IBADAH MAHDAH dan GHAIRU MAHDAH
IBADAH MAHDAH dan GHAIRU MAHDAH
I. PENDAHULUAN
Jangan
terburu-buru menilai orang! Apalagi menilai amalan orang! apakah kita
sudah bisa jadi orang yang benar-benar ikhlas? Atau hanya karena iri
(riya) karena tidak bisa lantas memojokkan seseorang?
Beribadah,
hanya diri sendiri dan Allah yang tahu apakah ikhlas atau karena riya?
Ibadah sendiri secara umum dapat dipahami sebagai wujud penghambaan diri
seorang makhluk kepada Sang Khaliq. Penghambaan itu lebih didasari pada
perasaan syukur atas semua nikmat yang telah dikaruniakan oleh Allah
padanya serta untuk memperoleh keridhaanNya dengan menjalankan titahNya
sebagai Rabbul ‘Alamin.
Namun
demikian, ada pula yang menjalankan ibadah hanya sebatas usaha untuk
menggugurkan kewajiban, tidak lebih dari itu. Misalnya, saat ini banyak
umat islam yang tidak berjamaah ke masjid kecuali shalat jum’at. Bahkan
ada pula yang tidak sholat kecuali pada hari raya. Islmanya hanya ada di kartu identitas.
II. PERMASALAHAN
1. Apa pengertian ibadah mahdah dan ghairu mahdah?
2. Bagaimana hakikat ibadah itu?
3. Apa saja syarat-syarat diterimanya ibadah?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah
Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu عبد يعبد عبادة yang
artinya melayani patuh, tunduk. Sedangkan menurut terminologis ialah
adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai
allah azza wa jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir
maupun yang bathin[1]. Ditinjau
dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan
bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya[2];
1. Ibadah Mahdah
Ibadah
mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah
ditetpkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
Ø Wudhu,
Ø Tayammum
Ø Mandi hadats
Ø Shalat
Ø Shiyam ( Puasa )
Ø Haji
Ø Umrah
‘Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله … النسآء 64
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 64)
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal)
artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah
akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di
baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul
Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh
mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan
syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”,
yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah
kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan
untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk
dipatuhi.
Rumus Ibadah Mahdhah adalah
“KA + SS”
2. Ibadah Ghairu Mahdah
Ibadah
ghairu mahdhah atau umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah.
misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, tolong menolong
dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul,
karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau
jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Rumus Ibadah Ghairu Mahdhah
“BB + KA”
B. Hakikat Ibadah
Sebenarnya dalam ibadah itu terdapat hakikatnya, yaitu[3] :
خُضُوعُ الرُّوْحِ يَنْشَا ُعَنِ اسْتِشْعَارِالقلبِ بمحبة ِالمعبودِ وعظَمتهِ اعتقادا بان للعالم سلطا نا لايدْرِكُهُ العقلُ حقيقَتَهُ
“
ketundukan jiwa yang timbul dari karena hati (jiwa) merasakan cinta
akan Tuhan yang ma’bud dan merasakan kebesaran-Nya, lantaran beri;tiqad
bahwa bagi alam ini ada kekuasaan yang akal tak dapat mengetahui
hakikatnya".
Adapun seorang arif juga mengatakan bahwa hakikat ibadah yaitu :
اصل العبادةِ ان ترضى لله مد براومختارا, وترضى عنه قاسما ومعطيا ومانعا وترضاه اِلهًا ومعبودا
“ pokok
ibadah itu, ialah engkau meridhoi Allah selaku pengendali urusan;
selaku orang yang memilih; engkau meridhai Allah selaku pembagi, pemberi
penghalang (penahan), dan engkau meridhai Allah menjadi sembahan engkau
dan pujaan (engkau sembah)
Didalam ibadah itu terdapat berbagai macam penghalang ibadah[4]. Penghalangnya yaitu :
1. Rezeki dan keinginan memilikinya
2. Bisikan-bisikan dan keinginan meraih tujuan
3. Qadha; dan pelbagai problematika
4. Kesusahan dan berbagai musibah
C. Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah
Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyari’atkan kecuali berdasarkan
Al Qur’an dan As Sunnah. Apa yang tidak di syari’atkan berarti bid’ah
mardudah ( bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi :
مَنْ عَمَِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدُّ.
“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut tertolak.”
Ibadah-ibadah
itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang
menjadi syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu amal
(ibadah) ada dua macam yaitu[5]:
1. Ikhlas
قل انى امرت ان اعبد الله مخلصا له الدين. وامرت لان اكون اول المسلمين (الزمر:11-12)
“Katakan
olehmu, bahwasannya aku diperintahkan menyembah Allah (beribadah
kepada-Nya) seraya mengikhlaskan ta’at kepada-Nya; yang diperintahkan
aku supaya aku merupakan orang pertama yang menyerahkan diri
kepada-Nya.”
2. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah
........فمن كان يرجوالقاءربه فليعمل عملاصالحاولايشرك بعبادةربه احدا (الكهف:110)
“Barang
siapa mengharap supaya menjumpai Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang sholeh, dan janganlah ia mensyarikatkan seseorang
dengan tuhannya dalam ibadahnya itu”
Syarat
yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah,
karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari
syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari
syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajib-nya taat kepada
Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah
yang diada-adakan.
Ulama’ ahli bijak berkata: inti dari sekian banyak ibadah itu ada 4, yaitu[6]:
الوفاء بالعهدود والمحافطة على الحدودوالصبر على المفقو والرضا بالموجود
1. Melakasanakan kewajiban-kewajiban Allah
2. Memelihara diri dari semua yang diharamkan Allah
3. Sabar terhadap rizki yang luput darinya
4. Rela dengan rizki yang diterimanya.
IV. KESIMPULAN
Ibadah
merupakan suatu uasaha kita untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ibadah
dalam islam itu ada dua macam yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu
mahdhah. Hakikat ibadah itu adalah
melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan
dan perendahan diri kepada Allah. seorang hamba yang ibadahnya ingin
dikabulkan hendaklah haruis memenuhi 2 syarat yaitu ikhlas dan sesuai
dengan tuntunan Rasulullah.
V. PENUTUP
Alhamdulillah
kami panjatkan kepada Allah, yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yng telah ditentukan.
Harapan saya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya sendiri dan
para pembaca sekalian. Kami memohon maaf atas segala kekurangan yang
terdapat dalam penulisan dalam materi yang disuguhkan dalam makalah ini.
Terakhir kami sampaikan selamat membaca.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
al Bantani, Imam Nawawi, Nashaihul Ibad. Toha Putra : Semarang.
al Ghazali, Abu Hamid, 2007. Minhaj al Abidin Ila al Jannah. Jogjakarta: Diva Press.
ash Shiddieqy, Hasbi, 1991. Kuliah Ibadah. Yogyakarta: Bulan Bintang.
Syukur, Prof. Amin MA, 2003. Pengantar Studi Islam. Semarang :CV. Bima Sakti
Alim, Drs. Muhammad, 2006. Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
[1] Prof. Amin Syukur MA, Pengantar Studi Islam, (Semarang :CV. Bima Sakti,2003), Hlm. 80.
[2] Drs. Muhammad Alim, Pendidikan agama islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2006), Hlm. 144.
[3] Hasbi ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (yogyakarta: Bulan Bintang, 1991), Hlm. 8-9
[4] Abu Hamid Al Ghazali, Minhaj Al Abidin Ila Al Jannah, (Jogjakarta: Diva Press,2007), Hlm. 183
[5] Hasbi Ash Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (Yogyakarta: Bulan Bintang, 1991), Hlm. 12-13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
assalamu alaikum ... bagi anda sangat dibutuhkan komentarx buat kepentingan bersama sepanjang hayat dikandung badan... wassalam