Kamis, 18 Juli 2013

Nuzulul Quran, Malam 17 Ramadhan atau Malam Lailatul Qadar? oleh ahmad zarkasih


dakwatuna.com - Seorang sahabat bertanya, “Sebenarnya, Al-Quran itu turun malem lailatul qodar apa tanggal 17 Ramadhan sih? Kan di surat al-qodar, Al-Qur’an turun malem lailatul qodar. Terus kata Nabi SAW kan lailatul qodar tuh ada di sepuluh akhir bulan Ramadhan. Kok orang-orang pada ngadain nuzulul Quran tanggal 17 Ramadhan?.”
Mungkin soal ini juga yang ada di benak para pembaca sekalian. Berikut ini sedikit penjelasan tentang “nuzulul Quran” yang diambil dari beberapa kitab yang menerangkan tentang masalah ini.

Metode Diturunkannya Al-Qur’an (Kaifiyah Inzal)
Pertama: Al-Qur’an Diturunkan Secara Sekaligus
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah 185)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.” (Al-Qodr 1)
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam yang diberkahi.” (Ad-dukhon 3)
Dalam 3 ayat di atas, semua menjelaskan tentang turunnya Al-Quran pertama kali, yaitu pada bulan Ramadhan tepatnya malam lailatul qadar; malam kemuliaan. Dan pada surat Ad-Dukhon yang dimaksud malam mubarok ialah malam lailatul qadar pada bulan Ramadhan sebagaimana yang dikatakan oleh kebanyakan ulama tafsir. (lihat tafsir Al-Alusi)
Dalam kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil-Qur’an karangan Syeikh Badruddin Az-Zarkasyi (W. 794 H), beliau mengatakan bahwa dalam hal ini para Ulama berbeda pendapat ke dalam 3 pendapat yang masyhur.
Dan dari tiga pendapat tersebut, yang paling mendekati kepada pendapat yang kuat dan benar ialah pendapat yang banyak dipegang oleh Jumhur Ulama, yaitu:
Bahwa Al Qur’an diturunkan sekaligus ke langit dunia (daarul Izzah) pada malam Lailatul Qodr kemudian diturunkan dengan cara berangsur-angsur sepanjang kehidupan Nabi saw setelah beliau diangkat menjadi Nabi di Mekah dan Madinah sampai wafat beliau.
Banyak para ulama yang mengatakan bahwa pendapat inilah yang paling mendekati kebenaran, berdasarkan suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Hakim dalam mustadroknya dengan sanad yang shahih, dari Ibnu Abbas radhiyallhu ‘anhuma, beliau mengatakan bahwasanya Al-Quran itu turun sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul qadr. Kemudian diturunkan berangsur-angsur selama 20 tahun, kemudian ia mambaca ayat,
وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik.” (QS. Al Furqan: 33)
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)
Imam An-Nasa’i juga meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “……dan Al-Qur’an diletakkan di baitil izzah dari langit dunia kemudian Jibril turun dengan membawanya kepada Muhammad SAW.”
Kedua: Al-Qur’an Diturunkan Secara Berangsuran
Setelah diturunkan secara lengkap (keseluruhan) dari Lauh Mahfudz ke langit Dunia (Baitul-Izzah), Al-Qur’an turun secara berangsuran selama 23 tahun (ini menurut pendapat yang kuat); 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Dan turunnya Al-Qur’an secara berangsuran telah dijelaskan dalam firman Allah SWT,
وَقُرْآناً فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنزِيلاً
“Dan Al Quran itu telah kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al Isra: 106)
Dan inilah salah satu keistimewaan Al-Qur’an, bahwa kitab suci umat Nabi Muhammad ini turun secara berangsuran setelah sebelumnya diturunkan secara lengkap/sekaligus.
Ini berbeda dengan kitab-kitab samawi lainnya yang diturunkan secara sekaligus, yaitu Injil, Taurat dan Zabur, tanpa ada angsurannya. Allah SWT berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيل وَلَا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلَّا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا
Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya. (QS. Al-Furqan: 32-33)
Dan ayat pertama yang turun menurut kebanyakan ulama ialah surat Al-Alaq (dan ini adalah pendapat yang kuat), atau biasa kita sebut dengan surat Iqra’ ayat 1-5. Ini berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kitab Shahih keduanya dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha Istri Rasul SAW.

Kapan Ayat Pertama Turun?
Adapun “kapan” surat Iqra’ itu diturunkan, ulama dan ahli sejarah berbeda pendapat tentang ini. Ada yang mengatakan bulan Rabiul Awwal, ada juga yang mengatakan bulan Ramadhan, dan ada juga yang mengatakan bulan Rajab.
Namun pendapat yang kuat ialah bulan Ramadhan sesuai firman Allah SWT: “bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an.” (Al-Baqarah 185).
Dan kebanyakan ulama juga sepakat bahwa surat Iqra’ adalah wahyu yang pertama turun, juga sebagai pengangkatan Nabi Muhammad SAW menjadi Nabi. Dan ini terjadi pada hari senin, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi SAW pernah ditanya tentang puasa hari senin, kemudian beliau menjawab: “itu adalah hari di mana aku dilahirkan dan diturunkan kepadaku wahyu.”
Kemudian Ulama kembali berbeda pendapat tentang tanggal turunnya pada bulan Ramadhan. Ada yang mengatakan malam 7 Ramadhan, ada juga yang mengatakan malam 17 Ramadhan, ada juga yang mengatakan malam 24, juga ada yang mengatakan tanggal 21 Ramadhan.
Sheikh Shofiyur-Rohman Al-Mubarokfuri mengatakan dalam kitab Sirah Nabawi karangannya Rahiqul-Makhtum: “setelah melakukan penelitian yang cukup dalam, mungkin dapat disimpulkan bahwa hari itu ialah hari senin tanggal 21 bulan Ramadhan malam. Yang bertepatan tanggal 10 Agustus 660 M, dan ketika itu umur Rasul SAW tepat 40 Tahun 6 bulan 12 hari hitungan bulan, tepat 39 tahun 3 bulan 12 hari hitungan matahari. Hari senin pada bulan Ramadhan tahun itu ialah antar 7, 14, 21, 24, 28, dan dari beberapa riwayat yang shahih bahwa malam lailatul qadar itu tidak terjadi kecuali di malam-malam ganjil dari sepuluh akhir bulan Ramadhan. Jika kita bandingkan firman Allah surat Al-Qodr ayat pertama dengan hadits Abu Qotadah yang menjelaskan bahwa wahyu diturunkan hari senin di atas, dan dengan hitungan tanggalan ilmiyah tentang hari senin pada bulan Ramadhan tahun tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa wahyu pertama turun kepada Rasul SAW itu tanggal 21 Ramadhan malam”.

Kenapa Malam 17 Ramadhan?
Dan yang menjadi dasar kebanyakan kaum muslim dalam memperingati nuzulul Qur’an pada malam tanggal 17 Ramadhan, mungkin apa yang disebutkan oleh Imam Ibnu Katsir (W. 774 H) dalam kitabnya Al-Bidayah wan-Nihayah, Al-Waqidi meriwayatkan dari Abu Ja’far Al-Baqir yang mengatakan bahwa “wahyu pertama kali turun pada Rasul SAW pada hari senin 17 Ramadhan dan dikatakan juga 24 Ramadhan.”

Kesimpulan
Kesimpulannya bahwa malam lailatul-Qodr yang disebut sebagai malam turunnya Al-Qur’an ialah benar, karena itu ialah malam yang al-Qur’an turun secara lengkap sekaligus dari Lauh-Mahfuzd ke langit dunia (baitul-Izzah).
Dan Al-Qur’an turun secara berangsuran yang didahului dengan surat Al-‘Alaq ayat 1-5 yang juga momentum pengangkatan Muhammad SAW menjadi Rasul ialah malam 17 Ramadhan yang sering dirayakan oleh kebanyakan umat Islam, baik di Indonesia ataupun di negeri lain.
Walaupun penetapan malam 17 Ramadhan sebagai waktu awalnya turun Al-Qur’an itu juga masih diperselisihkan oleh kebanyakan Ulama, sebagaimana dijelaskan di atas.
Wallahu A’lam.

Sumber:
Al-Burhan Fi Ulumil-Qur’an, Badruddin Az-Zarkasyi (W. 794 H)
Mabahits Fi Ulumil-Qur’an,  Sheikh Manna’ Al-Qaththan
Rahiqul-makhtum, Sheikh Shofiyur-Rohman Al-Mubarokfuri 
Al-Bidayah Wan-Nihayah, Abul-Fida’ Ismail bin Muhammad bin Katsir Al-Qurosyi (W. 774 H)



































































































































































































































































































































































































































































































































































Kamis, 11 Juli 2013

Fiqih shalat by Document Transcript

Fiqih shalat Document Transcript * 1. FIQIH SHALAT
Dalam pelaksanaan shalat, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, merujuk kepada cara shalat Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam. Hal-hal tersebut antara lain :
1. Menghadap Ka’bah. Bila Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bangkit hendak shalat, maka beliau menghadap ka’bah. Beliau memerintahkannya dan bersabda kepada orang yang shalatnya tidak benar :
“Apabila kamu bangkit hendak menunaikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, kemudian menghadaplah ke arah kiblat, dan bertakbirlah.” (HR Bukhari, Muslim dan AS-Siraj)
Namun dalam riwayat lain disebutkan :
“Rasulullah saw. Pernah melaksanakan shalat sunnat di dalam perjalanan di atas kendaraannya, dan beliau melaksanakan shalat witir di atasnya, ke arah mana saja kendaraan itu menghadap baik ke arah timur maupun ke arah barat. (HR Bukhari, Muslim, dan As-Siraj).
Demikian pula yang disebutkan pada Q.S. 2 : 115, dan juga beberapa hadits yang diriwayatkan mengenai shalat khauf, dan shalat para shahabiyah yang tidak mengetahui arah.
2. Berdiri. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam menunaikan shalat dengan berdiri, shalat fardhu ataupun shalat sunnat, sebagai ketaatannya kepada firman Allah (lihat Q.S. 2 : 238 - 239)
Dalam riwayat lain disebutkan :
“Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam. shalat sambil duduk ketika beliau sakit yang mendekati kematiannya. (H.R. Turmudzi dan dishahihkannya dan Ahmad)
Imran bin Husain berkata,”Aku bertanya kepada Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam tentang shalat seorang lelaki sambil duduk. Beliau bersabda,”Barang siapa yang shalat sambil berdiri , maka hal itu adalah lebih utama. Barangsiapa yang shalat sambil duduk, maka ia mendapatkan setengah dari pahala orang yang shalat sambil berdiri.. Dan barangsiapa yang shalat sambil tidur---dalam riwayat lain disebutkan sambil berbaring---, maka ia mendapatkan setengah dari pahala orang yang shalat sambil duduk.” (Al-Bukhari, Abu Daud dan Ahmad)
Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam ditanya tentang shalat di atas kapal. Beliau bersabda : “Shalatlah di dalamnya (kapal) sambil berdiri, kecuali apabila kamu takut tenggelam.”(Al-Bazzar, Ad-Daraquthni dan Abdul Ghani al-Maqdisi dalam As-Sunan, dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh Adz-Dzahabi). Pernah Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam pada malam yang panjang shalat sambil berdiri, dan pada suatu malam yang panjang juga shalat sambil duduk. Dan apabila beliau membaca sambil berdiri, maka beliau ruku’ sambil berdiri, dan bila beliau membaca sambil duduk, maka beliau pun ruku’ sambil duduk (HR Muslim dan Abu Daud)
Kadangkala beliau berdiri melakukan shalat tanpa memakai terompah dan kadangkala melakukannya dengan memakai terompah.
“Janganlah engkau shalat kecuali menghadap sebuah tabir. Dan jangan engkau biarkan seseorang berlalu di hadapanmu, dan apabila ia enggan, maka bunuhlah ia, karena sesungguhnya ia mempunyai teman.” (Ibnu Khuzaimah dalam Ash-Shahih dengan sanad jayyid)
Dalam riwayat lain “ Apabila beliau shalat –di tanah lapang yang tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan tabir—maka beliau menancapkan lembing, kemudian shalat sambil menghadap kepadanya bersama manusia di belakang beliau. (HR Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah).
“Janganlah kamu shalat dengan menghadap kubur, dan janganlah kamu duduk di atasnya.” (Muslim, Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah).
3. Niat. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bersabda : “Pekerjaan-pekerjaan itu tidak lain hanyalah dengan niat, dan sesungguhnya setiap orang itu akan mendapatkan apa yang diniatkannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
4. Takbir. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam membuka shalat dengan kata-katanya: “Allahu Akbar “ (HR. Muslim dan Ibnu Majah)
Riwayat lain :”Sesungguhnya tidaklah sempurna shalat salah seorang di antara manusia, sehingga ia berwudhu dan meletakkan wudhu pada tempatnya, lalu berkata,’Allahu Akbar.” (HR. Thabrani dengan isnad shahih).
5. Mengangkat kedua tangan. Kadangkala Rasululla shalallahu’alaihi wassallam mengangkat kedua tangannya secara bersamaan dengan takbir (HR Bukhari dan Nasa’i),dan kadangkala setelah takbir (HR Bukhari dan Abu Daud)dan kadangkala sebelumnya (HR Bukhari dan Nasa’i).Dan diriwayatkan bahwa : “Beliau mengangkat kedua (tangan)nya sambil meluruskan jari jemarinya—tidak meregangkan dan tidak pula menggenggamnya.” (Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah).Dan beliau meletakkan kedua tangananya itu sejajar kedua bahunya (HR Bukhari dan Nasa’i) dan barangkali beliau mengangkatnya hingga berada setentang dengan –daun-daun kedua telinganya. (HR Bukhari dan Abu Daud)
6. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri. Diriwayatkan bahwa :”Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya.. (HR Muslim dan Abu Daud).
Diriwayatkan pula :”Beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung telapak tangannya, pergelangan tangannya dan lengan tangannya.” (Malik, Al-Bukhari dan Abu Uwanah)
7. Meletakkan kedua tangan di atas dada. Diriwayatkan bahwa “Beliau meletakkan kedua tangannya di atas dadanya.”Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah dai dalam Ash-Shahih)
8. Melihat tempat sujud dan khusyu’. “Apabila Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam shalat, maka beliau menundukkan kepalanya dan mengarahkan pandangannya ke tanah.”(Al-Baihaqie dan Al-Hakim)
Riwayat lain :” Beliau melarang untuk mengarahkan pandangan ke langit (HR Bukhari dan Abu Dawud)
9. Doa Iftitah. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mrmbuka bacaan dengann doa-doa yang banyak dan bermacam-macam, yang memuji dan memuja Allah, beliau bersabda :”Tidaklah sempurna shalat seseorang di antara manusia, sehibngga ia bertakbir, memuji Allah dan memuja-Nya serta membasa apa yang mudah baginya dari ayat-ayat Al-Qur;an…” (Abu Daud dan Al-Hakim)
Kadang-kadang beliau membaca ini dan kadangkala yang itu, antara lain : Allahumma ba’id baynii wa bayna, Subhanakallohumma wa bihamdika atau wajjahtu wajhiyalilladzi atau yang lainnya. (afwan banyak banget ada 12 macem, kalo mau lihat di “Sifat Shalat Nabi “ Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq)
10. Qira’at (dinyaringkan bacaannya). Kemudian beliau memohon perlindungan kepada Allah, beliau bersabda :”A’udzubillahi minasy syaithonir rajimi min harzihi wa nafkhihi wa naftsihi “ atau kadangkala “A’udzubillahis samii ‘il ‘aliimi minasy syithoni…”. Kemudian beliau membaca Bismillahi ‘r-Rahmani ‘r-Rahim dengan tidak bersuara (Bukhari, Muslim, Abu Uwanah, Ath-Thahawi dan Ahmad)
11. Membaca ayat demi ayat. Kemudian Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mem,baca al-Fatihah dan memotongnya ayat demi ayat.
Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mengagungkan kedudukan surat ini, beliau bersabda :”Tidak sah shalat orang yang tidak membaca—didalamnya (shalat)—fatihata ‘l-Kitab (Al-Fatihah).
12. Meniadakan Qira’at di belakang Imam dalam shalat Jahriyyah (shalat dengan bersuara). Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bersabda : “Sesungguhnya imam itu dijadikan hanya untuk diikuti. Oleh karena itu apabila ia bertakbir, maka bertakbirlah, dan apabila membaca qira’at, maka dengarkanlah.”. (Abu DAud, Muslim, Abu Uwanah dan Ar-Rubani).
Dalam riwayat lain disebutkan :” Barangsiapa yang mempunyai iamam, maka bacaan imam adalah badcaan baginya.” (Ibnu Abi Syaibah, Daraquthni, Ibnu Majah, Tah-Thahawi dan Ahmad).
13. Ucapan “Amin” dan Imam mengeraskannya. Dikatakan bahwa :”Nabi shalallahu’alaihi wassallam apabila selesai membaca al-Fatihah, maka beliau mengucapkan “amin”. Beliau mengeraskannya dan memanjangkannya dengan suaranya.” (HR. Bukhari dan Abu Daud).
Dalam riwayat lain :”Apabila Imam mengucapkan Ghairi ‘l-maghdubi ‘alaihim wala’dh-Dhaallin, maka ucapkanlah ‘Amin’. Karena sesunguhnya para malaikat mengucapkan ‘Amin’ dan imam mengucapkan’Amin’. Dan barangsiapa yang aminnya itu sesuai dengan amin para malaikat, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Syaikhani dan An-Nasa’i).
14. Bacaan Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam setelah Al-Fatihah. Kemudian Rasulullah membaca surat lainnya setelah membaca Al-Fatihah. Kadangkala beliau memperpanjang bacaan surat itu, kadang pula beliau memperpendek karena alasan halangan perjalanan, atau batuk, atau sakit, atau mendengar tangis bayi (HR Bukhari, Muslim). Kadang beliau membagi surat itu ked alam dua rakaat, kadang beliau membaca dua surat atau lebih dalam satu rakaat.
15. Bersuara dan tidak bersuara dalam shalat lima waktu dan lainnya. Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam membaca keras di dalam shalat Shubuh, dan di dalam dua rakaat pertama shalat Maghrib dan Isya. Tidak membaca dengan suara di dalam shalat Zhuhur dan Ashar dan di dalam rakaat ketiga dari shalat maghrib serta dua rakaat terakhir dari shalat Isya. Para shahabat mengetrahui bacaan Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam dari gerakan janggutnya (Al-Bukhari dan Abu Daud). Dan beliau shalallahu’alaihi wassallam mengeraskan suara Qira’atnya dalam Jum’ah, dan dua shalat ‘Ied, shalat Istiqa dan shalat Kusuf.
16. Mentartilkan bacaan dan membaikkan suara. Sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi shalallahu’alaihi wassallam, maka beliau membaca Al-Qur’an dengan tartil bukan dengan cepat-cepat dan bukan pula dengan, tergesa-gesa bahkan dengan bacaan yang menafsirkan satu-huruf-satu huruf.
17. Membetulkan imam. Diriwayatkan bahwa :” Beliau melaksanakan suatu shalat, lalu membaca dan beliau keliru. Tatkala beliau selesai shalat, beliau bersabda kepada Ubay,”Apakah engkau shalat bersama kami ?” Ubay berkata,”Benar”. Beliau bersabda “Apa yang telah melarangmu—untuk membetulkan aku ?” (Abu Daud, Ibnu Hibban, Ath-Thabrani dan Ibnu Asakir)
18. Ruku. Apabila Rasulullah selesai membaca Qira’at, maka beliau berhenti sejenak (Abu DAud dan Al-Hakim),kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya dengan cara-cara seperti diterangkan dalam takbirati ‘l-Iftitah dan bertakbir lalu ruku (Al-Bukhari dan Muslim).
Diriwayatkan bahwa :”Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua lututnya.” (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud)
“Beliau menguatkan kedua tangannya kepada kedua lututnya – seakan-akan beliau memegang erat kedua lututnya itu,” (HR Al-Bukhari dan Abu Daud)
“Beliau meregangkan jari-jemarinya.” (Al-Hakim, dishahihkan Adz-Dzahabi dan Ath-Thayalisi, dikeluarkan dalam Shahih Abi Daud)
“Beliau menjauhkan danmembengkokkan kedua sikunya dari kedua samping badannya.”(HR. Turmudzi ).
“Apabila beliau ruku’, maka beliau melapangkan punggungnya dan meratakannya. Sehingga, apabila punggungnya itu disiram air, maka air itu akan tetap di atasnya. (Ath-Thabrani)
“Beliau tidak menundukkan kepalanya dan tidak pula mengangkatnya (sehingga kepalanya lebih tinggi dari punggungnya). Tetapi pertengahan antara menundukkan dan mengangkatnya.”( HR. Muslim dan Abu Uwanah).
19. Wajib Thu’maninah dalam ruku. “Seburuk-buruknya orang mencuri itu adalah orang yang mencuri dari shalatnya.” Mereka Berkata,”Wahai Rasulullah, bagaimana mencuri dari shalatnya ?” Rasulullah bersabda “(Yaitu) tidak menyempurnakan ruku’nya dan sujudnya.” (Ibnu Abi Syaibah, Ath-Thabrani dan Al-Hakim)
Ketika Beliau shalallahu’alaihi wassallam melihat laki-laki yang tidak menyempurnakan ruku’nya dan mencotok dalam sujudnya, ia bersabda bahwa jika ia mati, bukan pada millah (agama) Muhammad. (Abu Ya’la dalam Musnad dan Al-Ajiri dalam Al-Arba’in, Al-BAihaqi dan Ath-Thabrani)
20. Doa-doa Ruku. Kadang mengucapkan ini dan kadang mengucapkan yang itu. Umumnya : Subhaana rabbiyal ‘adzimi (tiga kali) (Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, Ath-Thahawi, Al-Bazzar, dan Ath-Thabrani),
Subhana rabbiyal’adzimi wa bihamdih (tiga kali) (Abu Daud, Ad-Daruquthni, Ahmad, Ath-Thabrani),
Subbuuhun qudduusun rabbul malaa ikati warruuh. (HR. Muslim, Abu Uwanah),
Subhaanaka ‘l-Allahumma wabihamdika Allahummagfirlii. (Bacaan lainnya dapat dilihat di Sifat Shalat Nabi, Nashiruddin Al-Albani, Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq)
21. Memperpanjang Ruku’. Diriwayatkan bahwa “Rasulullah menjadikan ruku’nya dan bangkitnya dari ruku’ , sujudnya dan duduknya di antara dua sujud hampr sama lamanya.(HR Al-Bukhari dan Muslim).
22. Larangan membaca Al-Qur’an di dalam Ruku. “Beliau melarang membaca Al-Qur’an di dalam ruku dan sujud.” (Muslim dan Abu Uwanah).
23. I’tidal dari Ruku dan Bacaannya. “Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mengangkat punggungnya dari ruku sambil mengucapkan ‘Sami’allahu liman hamidah’ (mudah-mudahan Allah mendengarkan orang yang mnemuji-Nya.” (Al-Bukhari dan Muslim)
“Sambil berdiri beliau mengucapkan,’Rabbana wa lakal hamdu’( Wahai Tuhan kami, --dan—kepunyaan-Mu-lah segala puji).”(HR.Al-Bukhari dan Ahmad)
Kadang lafazh di atas beliau tambahkan “Allahumma (Ya Allah)” dan kadang di tambahkan,” Mil assamaa waa ti wa mil al ardhi wa mil a maa syi’ tamin syai in ba’du. (HR. Muslim dan Abu Uwanah).
(Lengkapnya silahkan lihat Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq, Sifat Shalat Nabi Nashiruddin Al-Albani).
24. Memperpanjang I’tidal dan kewajiban Thuma’ninah di dalamnya. “Kadangkala beliau berdiri hingga seseorang mengatakan, “Beliau telah lupa”, karena lamanya beliau berdiri.”(HR Al- Bukhari, Muslim, dan Ahmad )
Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bersabda : “Allah Yang Maha perkasa lagi maha Agung tidak akan memperhatikan shalat seorang hamba yang tidak menegakkan punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (Ahmad dan Ath-Thabrani)
25. Sujud. Diriwayatkan bahwa :”Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam mengucapkan takbir, lalu turun untuk sujud. (HR Bukhari dan Muslim)
“Kadangkala beliau mengangkat kedua tangannya apabila beliau hendak sujud.” (An-Nasa’i, Ad-Daruquthni, dan Al-Mukhlis sanad shahih)
26. Sujud dengan bertelekan kepada kedua tangan. Diriwayatkan bahwa :”Deliau meletakkan tangannya di atas tanah sebelum kedua lututnya.” (Ibnu Khuzaimah, Ad-Daruquthni, Al-Hakim)
“Apabila salah seorang diantara kamu sujud, maka janganlah ia berlutut seperti berlututnya unta, dan hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum kedua lututnya.” (Abu Daud dan Ahmad dengan sanad shahih)
“Beliau bertelekan kepada kedua telapak tangannya – sambil melebarkannya (Abu Daud dan Al Hakim)
Beliau merapatkan jari-jari kedua telapak tangannya (Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi, Al-Hakim) dan mengarahkannya ke arah kiblat (Al-Baihaqi)
“Beliau meletakkan (kedua telapak tangnnya) setentang dengan kedua bahunya”.(Abu Daud dan Tirmidzi)
Dan kadangkala “Beliau meletakkannya setentang dengan kedua telinganya (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)
“Beliau menetapkan hidung dan keningnya kepada tanah.”(Abu Daud dan At-Tirmidzi)
“Apabila seorang hamba bersujud, maka bersujudlah tujuh anggota tubuh bersamanya : wajahnya, kedua telapak tangannya, kedua lututnya dan kedua telapak kakinya.”. (HR Muslim, Abu ‘Uwanah dan Ibnu Hibban).
“Beliau mengangkat keduanya dari lantai dan menjauhkannya dari kedua sisi tubuhnya, sehingga putih ketiaknya terlihat dari belakangnya. (HR Bukhari dan Muslim)
27. Kewajiban Thumaninah dalam sujud. Rasululah shalallahu’alaihi wassallam memerintahkan untuk menyempurnakan ruku’ dan sujud. Orang yang tidak melakukannya diibaratkan orang yang makan satu atau dua buah kurma yang tidak memberikan manfaat apa-apa baginya.
28. Doa-do’a dalam sujud. Kadangkala beliau mengucapkan ini , kadangkala beliau mengucakan itu. Subhana Rabbiyal a’laa (Maha Suci Tuhanku yang Maha Luhur, tiga kali, kadang beliau mengulangnya lebih dari itu). Kadang beliau mengucapkan Subhana Rabbiyal a’la wabihamdih. Kadang beliau mengucapkan :”Subbuuhun Qudduusun Rabbul malaa ikati Warruuhi (Maha Suci dan pemberi berkah Tuhan Malaikat dan Ruh”) (HR. Muslim dan Abu “Uwanah).
Kadang beliau membaca :”Subhanaka Allahumma Rabbana Wabihamdika Allahummag firlii.(Maha suci Engkau Ya Allah Ya Tuhan kami, dan dengan memuji Engaku ya Allah ampunilah aku.” (Lengkapnya baca Fiqhus Sunnah Sayyid Sabiq, Sifat Shalat Nabi Nashiruddin Al-Albani)
29. Larangan membaca Al-Qur’an dalam sujud. Rasulullah melarang membaca al-Qur’an dalam sujud, beliau memerintahkan untuk memperbanyak do’a dalam sujud. Rasulullah bersabda,”Hamba yang paling dekat kepada Tuhannya adalah hamba yang bersujud. Oleh karena itu perbanyaklah doa di dalam sujud.” (HR Muslim, Abu ‘Uwanah, dan Al-Baihaqi).
30. Bangkit dari sujud. “Tidaklah sempurna shalat salah seorang manusia, sehingga ia bersujud sampai tulang-tulang persendiannya merasa tenang, lalu mengucapkan ‘Allahu Akbar’ dan mengangkat kepalanya hingga ia duduk lurus.”(HR.Abu Daud dan Al-Hakim).
“Beliau membentangkan kaki kirinya (duduk iftirasy), lalu duduk di atasnya dengan tenang.” (Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Abu Uwanah)
“Beliau mendirikan kaki kanannya.” (Al-Bukhari dan Al-Baihaqi)“Rasulullah kadangkala duduk tegak di atas kedua tumit dan dada kedua kakinya.” (Muslim, Abu Uwanah dan Abu ‘sy-Syaikh) .
31. Kewajiban berthumaninah di antara dua sujud. Diriwayatkan bahwa “Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam berthumaninah sehingga setiap tulang kembali kepada tempatnya.” (HR Abu Daud dan Al-Baihaqi). “Beliau memanjangkannya sehingga hampir mendekati lama sujudnya.” (Al-Bukhari dan Muslim)
32. Dzikir-dzikir di antara dua sujud. Dalam duduk ini Rasulullah mengucapkan :”Allahummag firlii (dalam riwayat lain Rabbig firlii), warhamnii, wajburnii, warfa’nii, wahdinii, wa’afinii, warzuqnii./ Ya Allah (Ya Tuhanku), ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupilah kekuranganku, angkatlah derajatku, berilah aku petunjuk, sehatkanlah aku, dan berilah rizqi kepadaku.)
Kadangkala beliau shalallahu’alaihi wassallam mengucapkan : “Rabbigfirlii, Rabbigfirlii (Ya Tuhanku ampunilah aku, Ya Tuhanku, Ampunilah aku. Setelah itu diriwayatkan bahwa :”Beliau mengucapkan takbir, lalu sujud untuk sujud yang kedua.” (Al-Bukhari dan Muslim)
“Beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir ini.” ( HR Abu Daud dan Abu Uwanah dengan sanad shahih à menurut Malik dan Asy-Syafii’)
33. Duduk Istirahat. Kemudian : “Beliau duduk lurus –di atas kakinya yang kiri sambil beri’tidal , sehingga setiap tulang kembali kepada tempatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud).
34. Bertelekan kepada kedua Tangan pada waktu bangkit untuk rakaat berikutnya. “Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam bangkit kepada raka’at kedua sambil bertelekan kepada tanah. “ (HR Al-Bukhari dan Asy-Syafi’i).
35. Tasyahud pertama. Setelah selesai raka’at kedua, beliau duduk untuk tasyahud. Bila shalat itu dua rakaat seperti shalat shubuh, maka beliau duduk iftirasy (membentang) sebagaimana beliau duduk di antara dua sujud (An-Nasa’i dengan sanad shahih)
Demikian pula beliau duduk dalam tasyahud awal di dalam shalat yang tiga rakaat atau empat rakaat (Al-Bukhari dan Abu Daud).
“Apabila kamu duduk di tengah-tengah shalat, maka berthumaninnah lah dan bentangkan paha kirimu, lalu bertasyahud lah.” (Abu Daud dan Al-Baihaqi).
“Apabila beliau dudk di dalam tasyahud maka beliau meletakkan telapak tangan kanannya di atas pahanya (riwayat lain :lututnya) yang sebelah kanan dan meletakkan telapak tangan kirinya di atas pahanya (riwayat lain : lututnya) yang sebelah kiri.(HR. Muslim dan Abu Uwanah).
“Rasulullah shalallahu’alaihi wassallam melebarkan telapak tangannya yang sebelah kiri di atas lututnya yang sebelah kiri dan menggemgamkan jari-jemari telapak tangannya yang sebelah kanan semuanya lalu menunjuk kea rah kiblat dengan dengan jarinya yang berada setelah ibu jari (telunjuk) sambil mengarahkan pandangannya kepadanya. (Muslim, Abu Uwanah dan Ibnu Khuzaimah)
“Apabila beliau menunjuk dengan jarinya (telunjuknya), maka beliau meletakkan ibu jarinya di atas jari tengahnya. “(HR Muslim dan Abu Uwanah)“Beliau menggerak-gerakkan jarinya (telunjuknya) sambil berdoa dengannya.”Abu DAud, An-Nasai dan Ibnu’l-Jarud)
36. Macam bacaan tasyahud. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam mengajarkan beberapa bacaan tasyahud kepada para shahabat.
Tasyahud Ibnu Mas’ud : "Attahiyatu lillah Wassholawaatu WaththayyibatuAssalamu’alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. Assalamu’alainaa wa’ala ‘ibaadillahishshaa lihiin. Asy hadu alla ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu warasuluh.(“segala ucapan selamat, kebahagiaan dan kebaikan adalah bagi Allah. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepadamu wahai Nabi beserta rahmat Allah dan berkatnya. Mudah-mudahan kesejahteraan dilimpahkan kepada kami pula dan kepada sekalian hamba-hamba Allah yang shaleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.” (Al-Bukhari dan Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
Tasyahud Ibnu Abbas : “Attahiyyatu’l-mubaarakaatu ‘sh-shalawaatu ‘th-thayyibaatu lillah. Assalamu’alayka ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarakatuh. Assalamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibaadillahi ‘sh-shalihiin. Asy hadu alla ilaaha illallah Wa Asy hadu anna muhammad ‘r-Rasulullah”(HR Muslim, Abu Uwanah, Asy Syafi’idan An-Nasa’i)
Tasyahud Ibnu Umar (tidak jauh berbeda dengan Tasyahud Ibnu Mas’ud)
Tasyahud Abi Musa Al-Asy’ariTasyahud Umar bin Khattab
37. Shalawat atas Nabi, letak dan macam bacaannya. Rasulullah mengucapkan shalawat atas dirinya sendiri di dalam tasyahud pertama dan lainnya. (An-Nasa’i dan Abu Uwanah)
Allahumma shalli’ala muhammad wa ‘ala alii baitihii. Wa ‘alaa azwaajihii Wadzurriyya tihii kamaa shallayta ‘ala aali ibraahiim. Innaka hamiidum majiid wa baarik ‘ala muhammad.Wa ‘alaa aali baytihii Wa ‘alaa azwaa jihii wa dzurriyyatihii kamaa barakta ‘alaa aali ibraahiim. Innaka hamiidummajiid. (“Ya Allah berilah kebahagiaan kepada Nabi Muhammad, kepada Ahli Baitnya, istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan kebahagiaan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Dan berilah berkah kepada Muhammad, Ahli Baitnya, istri-istrinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau telah memberikan berkah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”), dan beberapa shalawat lainnya.
38. Bangkit kepada raka’at ketiga lalu keempat.
39. Tasyahud Akhir. “Di dalam tasyahud akhir ini beliau duduk dengan tawarruk.” (HR. Bukhari).Yaitu :”Beliau melapangkan pangkal pahanya yang sebelah kiri ke tanah dan mengeluarkan kedua kakinya ke satu arah. (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqi dengan sanad shahih).
40. Kewajiban Memohon Perliindungan dari Empat Perkara Sebelum Berdoa. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda : “Apabila salah seorang di antara kamu selesai dari tasyahud –akhir-, maka hendakalah ia memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara yaitu : Allahumma inni a’udzubika min ‘adzaabi jahannam wamin ‘adzaabil qabri wamin fitnati ‘l-hayaa wal mamaa ti wamin syarri fitnati ‘l-masiihid dajjal (“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksaan jahannam, dari siksaan kubur, dan dari cobaan hidup serta cobaan mati, dan dari kejahatan—cobaan—Al-Masih yang menjadi Dajjal) (HR Muslim, An-Nasa’i, Abu ‘Uwanah, dan Ibnu’l-Jarud)
41. Doa Sebelum salam dan macam-macamnya.
42. Salam. Rasulullah mengucapkan salam ke sebelah kanan, kadang lengkap Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh, kadang hanya sampai warahmatullah, dan kemudian ke sebelah kiri kadangkala beliau memperpendek ucapannya Assalamu’alaikum. (HR Abu Daud, An-Nasa’i dan Tirmidzi) (Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi dan Adl-Dliya, Ahmad dan Ath-Thabrani).

Rabu, 10 Juli 2013

BERSEDEKAP BERDIRI SETELAH RUKU punya redaksi fakta

Senin, 05 September 2011


Dimana posisi tangan apabila berdiri setelah ruku' di dalam sholat ?

Bersedekap kembali setelah bangkit dari ruku' adalah suatu hal yang mungkin sedikit terasa janggal dilakukan oleh kita yang sudah terbiasa meluruskan tangan atau menjulurkan tangan ke bawah setelah bangkit dari ruku'. Apalagi kebiasaan tersebut  mungkin sudah puluhan tahun kita lakukan karena melihat kepada orang-orang disekitar kita yang telah melakukan hal yang sama. Namun, bagaimana sih sebenarnya dalil bagi mereka yang meluruskan dan bagi mereka yang bersedekap kembali ? Setelah diteliti, sebenarnya mereka yang bersedekap kembali memiliki dalil yang kuat, sedangkan yang meluruskan tangan tidak ada sebuah dalilpun yang mendukung perbuatan tersebut, padahal beribadah seharusnya ada dalil. Silahkan dibaca pembahasan di bawah ini beserta gambarnya.




















--------------------------------------------------------------

Bismillahirrahmanirrahim


أَخْبَرَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ مُوسَى بْنِ عُمَيْرٍ الْعَنْبَرِيِّ وَقَيْسِ بْنِ سُلَيْمٍ الْعَنْبَرِيِّ قَالَا حَدَّثَنَا عَلْقَمَةُ بْنُ وَائِلٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ:
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ

"Aku melihat rasulullah apabila berdiri di dalam sholat menggenggam tangan kanannya pada tangan kirinya"(HR. An-Nasa'i, Kitab "al Iftitaah", bab "Wadh'ul Yumnaa 'Alasy Syimaal fish Shalaah no. 877. dan sanadnya dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih Sunanin Nasai (I/193)

حَدَثنََاعَبْدُ الله بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِى حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ
كَانَ النَّاسُ يُؤْ مَرُوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ اليَدَ اليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ اليُسْرَى فِى الصَّلاَةِ

"Orang-orang diperintahkan agar seseorang meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya di dalam shalat".( HR. Bukhari, dalam Bab Meletakkan Tangan Kanan di atas Tangan Kiri. Juz I Hal. 180)

Ada 3 kata kunci yang terkandung di dalam hadits di atas;
1. Tangan (bagaimana posisi tangan di dalam sholat?, silahkan di lihat gambar-gambar di atas)
2. Apabila berdiri (di dalam sholat) artinya apabila hanya pada posisi berdiri
3. Di dalam sholat ( pengertiannya tentunya bukan di luar sholat)

Berdiri yang dimaksud dalam hadits di atas (HR. Nasa'i) adalah, berdasarkan keumuman pada arti kondisi berdiri di dalam shalat. Posisi berdiri di dalam shalat ada 3 tempat ;

1. Posisi berdiri setelah takbiratul ihram ( posisi awal ),
2. Posisi berdiri i'tidal setelah ruku' ( kembali ke posisi awal ),
3. Posisi berdiri setelah bangkit dari sujud ( kembali ke posisi awal )

Menggenggam tangan kanannya pada tangan kirinya, maksudnya adalah bersedekap. Meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya (HR. Bukhari), tidak ada tempat lain di dalam shalat kecuali pada posisi berdiri di dalam shalat.

Adapun posisi berdiri dan melepaskan tangan lurus ke bawah sebelum takbiratul ihram adalah posisi dimana ibadah sholat belum dimulai. Sholat baru dimulai ketika sudah melakukan takbiratul ihram. Shalat dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Ketika sudah takbiratul ihram, maka sesuai dengan keterangan hadits adalah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri (bersedekap).

Perhatikan gambar-gambar di atas. Posisi tangan sangat jelas ketika di dalam sholat.

1. Setelah takbiratul ikhram posisi bersedekap.
2. Ketika ruku' posisi tangan di atas lutut.
3. Ketika sujud posisi tangan di atas lantai atau tanah.
4. Ketika duduk posisi tangan di atas paha atau lutut.

Sampai saat ini saya belum menemukan keterangan hadits yang memerintahkan agar meluruskan atau menjuntaikan tangan lurus ke bawah. Saya hanya menemukan keterangan hadits yang memerintahkan agar meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri (bersedekap) ketika berdiri di dalam sholat, sebagaimana hadist di atas. Mungkin di antara pembaca sudah ada yang menemukan hadits yang memerintahkan agar menjuntaikan tangan ketika bangkit dari ruku'. Silahkan di share ilmunya.

Untuk sementara ini saya menemukan bahwa mazhab Syafi'iyah yang agak lebih konsen dalam memperhatikan hal ini, sebagaiman termaktub dalam buku-buku fiqh mereka.

Yang afdhal bagi imam atau makmum atau orang yang shalat sendirian adalah meletakkan tangan kanan mereka masing-masing di atas tangan kiri di atas dadanya setelah berdiri dari ruku'. (Ensiklopedi Shalat, Menurut al Qur'an dan Sunnah. Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al Qahthani, Pustaka Imam Asy-Syafi'i. hal. 269 dan 291)






"Kembali bersedekap waktu bangun dari ruku' setelah mengangkat tangan lebih utama daripada melepaskan tangan lurus kebawah lalu baru mulai bersedekap lagi." (Kitab "Fathul Muin" jilid 1 [Mazhab Syafi'i] terjemahan hal. 119)







ثم الاعتدال الواجب ان يعود بعد ركوعه الي الهيئة التى كان عليها قبل ا لركوع سواء صلاها قائما او قاعدا
"Kemudian I'tidal yang wajib ialah setelah melakukan ruku' sampai kembali ke posisi sikap sebelum ruku'. (Kitab "Kifayatul Ahyar" [Mazbab Syafi'i] terjemahan hal. 131). Penerbit AL-RIDHA Semarang. Atau silahkan dilihat pada halaman. 241 pada buku Kifayatul Ahkhyar (Kelengkapan Orang Shalih). Bagian Pertama. Penerbit "Bina Iman" Surabaya.
*Posisi sikap sebelum ruku' = tangan bersedekap, bukan meluruskannya atau menjuntaikannya ke bawah



-------------------------------------------------

I'tidal tidak hanya dilakukan pada posisi dalam keadaan berdiri setelah ruku'. Ini adalah keterangan beberapa hadits tentang i'tidal pada waktu ruku' dan sujud.


Di dalam Hadits Riwayat Bukhari.

باب لاَ يَفْتَرِشُ ذِرَاعَيْهِ فِى السُّجُودِ


822 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « اعْتَدِلُوا فِى السُّجُودِ، وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ
*) I'tidal di dalam sujud

Di dalam Hadits Riwayat Muslim.


- باب الاِعْتِدَالِ فِى السُّجُودِ وَوَضْعِ الْكَفَّيْنِ عَلَى الأَرْضِ وَرَفْعِ الْمِرْفَقَيْنِ عَنِ الْجَنْبَيْنِ وَرَفْعِ الْبَطْنِ عَنِ الْفَخِذَيْنِ فِى السُّجُودِ. (45)
- حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « اعْتَدِلُوا فِى السُّجُودِ وَلاَ يَبْسُطْ أَحَدُكُمْ ذِرَاعَيْهِ انْبِسَاطَ الْكَلْبِ ».
46 - باب ما يجمع صفة الصلاة وما يفتتح به ويختم به وصفة الركوع والاعتدال منه والسجود والاعتدال منه والتشهد بعد كل ركعتين من الرباعية وصفة الجلوس بين السجدتين وفي التشهد الأول
233 - ( 493 ) حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا وكيع عن شعبة عن قتادة عن أنس قال
: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم اعتدلوا في السجود ولا يبسط أحدكم ذراعيه انبساط الكلب
[ ش ( ولا يبسط انبساط ) قال النووي هذان اللفظان صحيحان وتقديره ولا يبسط ذراعيه فينبسط انبساط الكلب وكذا اللفظ الآخر ولا يتبسط ذراعيه انبساط الكلب ومثله قول الله تعالى والله أنبتكم من الأرض نباتا وقوله فتقبلها ربها بقبول حسن وأنبتها نباتا حسنا ومعنى يتبسط يتخذهما بساطا ]
*) I'tidal di dalam sujud

( 471 ) وحدثنا حامد بن عمر البكراوي وأبو كامل فضيل بن حسين الجحدري كلاهما عن أبي عوانة قال حامد حدثنا أبو عوانة عن هلال بن أبي حميد عن عبدالرحمن بن أبي ليلى عن البراء بن عازب قال
: رمقت الصلاة مع محمد صلى الله عليه و سلم فوجدت قيامه فركعته فاعتداله بعد ركوعه فسجدته فجلسته بين السجدتين فسجدته فجلسته ما بين التسليم والانصراف قريبا من السواء
[ ش ( رمقت ) أي أطلت النظر إليها ( قريبا من السواء ) أي من التساوي والتماثل وانتصابه على أنه مفعول ثان لوجدت ومعناه كان أفعال صلاته كلها متقاربة وليس المراد أنه كان يركع بقدر قيامه وكذا السجود والقومة والجلسة بل المراد أن صلاته كانت
معتدلة فكان إذا أطال القراءة أطال بقية الأركان وإذا خففها خفف بقية الأركان ]

Dalam hadits riwayat Tirmidzi No. 1039.

1039- أخبرنا محمد بن بشار قال حدثنا يحيى قال حدثنا عبد الحميد بن جعفر قال حدثني محمد بن عمرو بن عطاء عن أبي حميد الساعدي قال : كان النبي صلى الله عليه و سلم إذا ركع اعتدل فلم ينصب رأسه ولم يقنعه ووضع يديه على ركبتيه
قال الشيخ الألباني : صحيح
*) I'tidal di dalam ruku'

Dalam hadits riwayat An- Nasa'i No. 1028.

1028- أخبرنا سويد بن نصر قال أنبأنا عبد الله بن المبارك عن سعيد بن أبي عروبة وحماد بن سلمة عن قتادة عن أنس عن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال : اعتدلوا في الركوع والسجود ولا يبسط أحدكم ذراعيه كالكلب
قال الشيخ الألباني : صحيح
*) I'tidal di dalam ruku' dan dalam sujud

---------------------------------------------------

KRITIK TERHADAP PENDAPAT SYAIKH NASHIRUDDIN AL - ALBANI MENGENAI BID'AHNYA BERSEDEKAP SETELAH BANGKIT DARI RUKU'

Pernyataan beliau :

1. Adapun sebagian ulama Hijaz dan lain-lain yang menjadikan Hadits ini sebagai alasan bersedekap ketika berdiri I'tidal adalah hal yang sangat menyimpang.

2. Sungguh ini adalah penetapan hukum yang keliru sebab bersedekap semacam itu sama sekali tidak disebutkan oleh hadits manapun ketika menyebutkan berdiri pertama.

3. Saya tidak ragu lagi menyatakan bahwa bersedekap ketika berdiri I'tidal adalah perbuatan bid'ah yang sesat.

Tanggapan :

1. Beliau (Albani) keliru, dan menyebutkan bahwa ulama Hijaz bersandar pada hadits:

وكان يأمر بالاطمئنان فيه فقال ل ( المسيء صلاته ) :
( البخاري ومسلم ) ( ثم ارفع رأسك حتى تعتدل قائما [ فيأخذ كل عظم مأخذه ] ( وفي رواية : ( وإذا رفعت فأقم صلبك وارفع رأسك حتى ترجع العظام إلى مفاصلها )

Beliau memerintahkan agar tuma'ninah ketika I'tidal. Beliau bersabda kepada sahabat yang keliru dalam shalatnya, "Lalu angkatlah kepalamu hingga engkau berdiri tegak lurus [dan masing-masing ruas tulang menempati tempatnya]."

Padahal ulama Hijaz tidak bersandar pada hadits itu, tapi bersandar pada hadits :

1- رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ قَائِمًا فِي الصَّلَاةِ
قَبَضَ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ
a."Aku melihat rasulullah apabila berdiri di dalam sholat menggenggam tangan kanannya pada tangan kirinya"

كَانَ النَّاسُ يُؤْ مَرُوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ اليَدَ اليُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ اليُسْرَى فِى الصَّلاَةِ -
b."Orang-orang diperintahkan agar seseorang meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya di dalam shalat".


2. Beliau menafikan dua hadits di atas, dengan mengatakan : "bersedekap semacam itu sama sekali tidak disebutkan oleh hadits manapun ketika menyebutkan berdiri pertama". Sedangkan kita ketahui dengan jelas bahwa kedua hadits di atas adalah penjelasan adanya perintah bersedekap apabila berdiri di dalam shalat. Sedangkan beliau sendiri (Syaikh Albani) mengatakan: "Bahwa dengan meletakkan tangan kanan pada bagian punggung tangan kiri, pada pergelangan dan lengan kiri dengan sendirinya akan meletakkan kedua tangan anda pada bagian dada atau dekat dengan dada. Jadi kesimpulannya, meletakkan tangan kanan pada tangan kiri sebagai amalan yang sunnah bukan dengan membiarkan kedua tangan menjulur tergantung, juga tempat yang sunnah untuk meletakkan kedua tangan tersebut adalah pada bagian dada bukan pada bagian yang lainnya." (silahkan baca buku beliau pada catatan kaki dalam Bab Meletakkan Kedua Tangan (Bersedekap) di atas dada, dan untuk hadits-hadits tentang bersedekap silahkan melihat lampiran)


3. Saya mengutip penjelasan dari Syaikh bin Baz dalam buku beliau "Tiga Risalah Shalat" hal. 51 Penerbit Al Qolam, beliau mengatakan: Keyakinannya (Syaikh Albani; maksudnya) bahwa "Saya tidak ragu lagi menyatakan bahwa bersedekap ketika berdiri I'tidal adalah perbuatan bid'ah yang sesat", adalah keliru. Tidak seorangpun di antara para ahli ilmu yang berkeyakinan seperti itu, sejauh yang kami ketahui. Keyakinan itu juga bertentangan dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di muka. Saya bukan meragukan keilmuannya, kelebihannya, keluasan bacaannya, dan perhatiannya terhadap sunnah, semoga Allah menambahkan ilmu dan taufiq kepadanya, tetapi ia telah keliru dalam masalah ini. Kekeliruannya jelas sekali. Sedangkan semua ulama itu bisa diambil atau ditinggalkan pendapatnya. Sebagaimana perkataan Imam Malik bin Anas : "Tidak ada seorangpun di antara kita kecuali bisa menolak dan ditolak, kecuali penghuni kuburan ini (maksudnya adalah Nabi)."Demikian pula perkataan para ulama sebelum dan sesudah beliau. Ini bukan berarti mengurangi penghormatan kepada mereka atau menjatuhkan kedudukan mereka. Sebaliknya, mereka dalam hal ini mendapatkan satu pahala atau dua pahala sebagaimana disebutkan dalam sunnah yang sahih : "Bila ijtihadnya benar; maka ia memperoleh dua pahala. Apabila keliru, maka ia memperoleh satu pahala.

Wallahu a'lam.
Anwar Baru Belajar

RINGKASAN SHOLAT NABI punya kaahil wordpress

Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

 Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaani Rahimahullah

1. MENGHADAP KA’BAH


1. Apabila anda – wahai Muslim – ingin menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.
2. Ketentuan menghadap qiblat ini tidak menjadi keharusan lagi bagi ‘seorang yang sedang berperang’ pada pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat.
* Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya waktu.
* Juga tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya – jika hal ini memungkinkan – supaya menghadap ke qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke arah manapun kendaraannya menghadap.
3. Wajib bagi yang melihat Ka’bah untuk menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia menghadap ke arah Ka’bah.
)*gambar lengkap cara sholat (foto) ada di akhir artikel ini
HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA’BAH KARENA KELIRU
4. Apabila shalat tanpa menghadap qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan pilihan, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.
5. Apabila datang orang yang dipercaya saat dia shalat, lalu orang yang datang itu memberitahukan kepadanya arah qiblat maka wajib baginya untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan, dan shalatnya sah.

2. BERDIRI



6. Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi :
* Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya.
* Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
* Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
7. Tidak boleh bagi orang yang shalat sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya -seperti yang kami sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara langsung ke bumi (lantai).
SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT
8. Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian pula di pesawat.
9. Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.
10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.
SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK
11. Dibolehkan shalat lail (sholat malam-red) sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab apapun), atau sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca dalam keadaan duduk dan ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang masih tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian ia melakukan hal yang sama pada rakaat yang kedua.
12. Apabila shalat dalam keadaan duduk, maka ia duduk bersila atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan seseorang untuk beristirahat.
SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL
13. Boleh shalat tanpa memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal.
14. Tapi yang lebih utama jika sekali waktu shalat sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai yang lebih gampang dilakukan saat itu, tidak membebani diri dengan harus memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang kaki maka shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu (terpaksa).
15. Jika kedua sandal dilepas maka tidak boleh diletakkan di samping kanan akan tetapi diletakkan di samping kiri jika tidak ada di samping kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka hendaklah diletakkan di depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
SHALAT DI ATAS MIMBAR
16. Dibolehkan bagi imam untuk shalat di tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar manusia. Imam berdiri di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku’ setelah itu turun sambil mundur sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan mimbar, lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di rakaat berikutnya.
(tambahan-red)

Posisi Imam dan Makmum Dalam Sholat Berjamaah

Klik gambar untuk melihat ukuran gambar penuh.
Untuk download file dalam bentuk pdf klik disini
KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP PEMBATAS (SUTROH) DAN MENDEKAT KEPADANYA
17. Wajib shalat menghadap tabir pembatas, dan tiada bedanya baik di masjid maupun selain masjid, di masjid yang besar atau yang kecil, berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Janganlah shalat melainkan menghadap pembatas, dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu, apabila ia enggan maka perangilah karena sesungguhnya ia bersama pendampingnya”. (Maksudnya syaitan).
18. Wajib mendekat ke pembatas karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu.
19. Jarak antara tempat sujud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tembok yang dihadapinya seukuran tempat lewat domba. maka barang siapa yang mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran yang diwajibkan.
KADAR KETINGGIAN PEMBATAS
20. Wajib pembatas dibuat agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seorang diantara kamu meletakkan di hadapannya sesuatu setinggi ekor pelana (sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan ia pedulikan orang yang lewat di balik pembatas”.
21. Dan ia menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal itu yang termuat dalam konteks hadits tentang perintah untuk shalat menghadap ke pembatas. Adapun bergeser dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri sehingga membuat tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal ini tidak sah.
22. Boleh shalat menghadap tongkat yang ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya, boleh pula menghadap pohon, tiang, atau isteri yang berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh pula menghadap hewan meskipun unta.
HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR
23. Tidak boleh shalat menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi.
HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM
24. Tidak boleh lewat di depan orang yang sedang shalat jika di depannya ada pembatas, dalam hal ini tidak ada perbedaan antara masjid Haram atau masjid-masjid lain, semua sama dalam hal larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Andaikan orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui akibat perbuatannya maka untuk berdiri selama 40, lebih baik baginya dari pada lewat di depan orang yang sedang shalat”. Maksudnya lewat di antara shalat dengan tempat sujudnya.
KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM
25. Tidak boleh bagi orang yang shalat menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat di depannya berdasarkan hadits yang telah lalu.
“Artinya : Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu …”.
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seseorang diantara kamu shalat menghadap sesuatu pembatas yang menghalanginya dari orang lain, lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia mendorong leher orang yang ingin lewat itu semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika ia enggan maka perangilah karena ia adalah syaithan”.
download gratis kajian MP3 Tatacara Sholat yang Benar | Sifat Sholat Nabi di :
BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH ORANG LEWAT
26. Boleh maju selangkah atau lebih untuk mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di depannya seperti hewan atau anak kecil agar tidak lewat di depannya.
HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT
27. Di antara fungsi pembatas dalam shalat adalah menjaga orang yang shalat menghadapnya dari kerusakan shalat disebabkan yang lewat di depannya, berbeda dengan yang tidak memakai pembatas, shalatnya bisa terputus bila lewat di depannya wanita dewasa, keledai, atau anjing hitam.

3. NIAT

28. Bagi yang akan shalat harus meniatkan shalat yang akan dilaksanakannya serta menentukan niat dengan hatinya, seperti fardhu zhuhur dan ashar, atau sunnat zhuhur dan ashar. Niat ini merupakan syarat atau rukun shalat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini merupakan bid’ah, menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang menfatwakan hal itu di antara para ulama yang ditokohkan oleh orang-orang yang suka taqlid (fanatik buta).

4. TAKBIR

29. Kemudian memulai shalat dengan membaca. “Allahu Akbar” (Artinya : Allah Maha Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Pembuka Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam”.
30. Tidak boleh mengeraskan suara saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.
31. Boleh bagi muadzin menyampaikan (memperdengarkan) takbir imam kepada jama’ah jika keadaan menghendaki, seperti jika imam sakit, suaranya lemah atau karena banyaknya orang yang shalat.
32. Ma’mum tidak boleh takbir kecuali jika imam telah selesai takbir.
MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA

takbiratulikhram1.giftakbiratulikhram2.gif33. Mengangkat kedua tangan, boleh bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh sesudah takbir. Kesemuanya ini ada landasannya yang sah dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
34. Mengangkat tangan dengan jari-jari terbuka.
35. Mensejajarkan kedua telapak tangan dengan pundak/bahu, sewaktu-waktu mengangkat lebih tinggi lagi sampai sejajar dengan ujung telinga.
MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
36. Kemudian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sesudah takbir, ini merupakan sunnah (ajaran) para nabi-nabi Alaihimus Shallatu was sallam dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat beliau, sehingga tidak boleh menjulurkannya.
37. Meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan.
38. Kadang-kadang menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan.
TEMPAT MELETAKKAN TANGAN
meletakkan.gifmenggenggam.gif  39. Keduanya diletakkan di atas dada saja. Laki-laki dan perempuan dalam hal tersebut sama.
40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas pinggang.
KHUSU’ DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD
41. Hendaklah berlaku khusu’ dalam shalat dan menjauhi segala sesuatu yang dapat melalaikan dari khusu’ seperti perhiasan dan lukisan, janganlah shalat saat berhadapan dengan hidangan yang menarik, demikian juga saat menahan berak dan kencing.
42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri.
43. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, karena menoleh adalah curian yang dilakukan oleh syaitan dari shalat seorang hamba.
44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke langit (ke atas).
DO’A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)
45. Kemudian membuka bacaan dengan sebagian do’a-do’a yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah :
“Subhaanaka Allahumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka, wa ta’alaa jadduka, walaa ilaha ghaiyruka”.
“Artinya : Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, kedudukan-Mu sangat agung, dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau”.
Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.
(Tambahan-red) do’a istiftah yang lain :
iftitah-1.gif

“ALLAHUUMMA BA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII MIN KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS TSALJI WAL BARADI”
artinya:
“Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:
wajjahtu.gif
“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA ‘ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII’AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU ‘ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA"
yang artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)

5. QIRAAH (BACAAN)

46. Kemudian wajib berlindung kepada Allah Ta’ala, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.
47. Termasuk sunnah jika sewaktu-waktu membaca.

taawudz1.gif

“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
48. Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.

taawudz2.gif

“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk…”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
49. Kemudian membaca basmalah (bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).
MEMBACA AL-FAATIHAH
50. Kemudian membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah, ini adalah rukun shalat dimana shalat tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm (non Arab) untuk menghafalnya.
51. Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca.
“Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”.
“Artinya : Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sembahan yang haq selain Allah, serta tidak ada daya dan kekuatan melainkan karena Allah”.
52. Didalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap ayat, dengan cara membaca. (Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti, kemudian membaca. (Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Maaliki yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara membaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya. Beliau berhenti di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya meskipun maknanya berkaitan.
53. Boleh membaca (Maaliki) dengan panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek.
BACAAN MA’MUM
54. Wajib bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr (tidak terdengar) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar bacaan imam, demikian pula ma’mum membaca Al-Fatihah bila imam berhenti sebentar untuk memberi kesempatan bagi ma’mum yang membacanya. Meskipun kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit dari sunnah.
BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH
55. Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat yang lain atau beberapa ayat pada dua raka’at yang pertama. Hal ini berlaku pula pada shalat jenazah.
56. Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula diringkas karena ada faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian), batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.
57. Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan shalat yang dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh lebih panjang daripada bacaan shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada shalat dzuhur, pada shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan bacaan pada shalat maghrib umumnya diperpendek.
58. Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.
59. Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.
60. Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama.
61. Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat.
62. Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.
63. Tidak boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian bisa-bisa memberatkan ma’mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang sakit, wanita yang mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai keperluan.
MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN
64. Bacaan dikeraskan pada shalat shubuh, jum’at, dua shalat ied, shalat istisqa, khusuf dan dua rakaat pertama dari shalat maghrib dan isya. Dan dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat dzuhur, ashar, rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir dari shalat isya.
65. Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).
66. Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.
MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL
67. Sunnah membaca Al-Qur’an secara tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi Al-Qur’an dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama ilmu tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan Ahli Bid’ah dan tidak boleh pula seperti nada-nada musik.
68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru.

6. RUKU’

69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur.
70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram.
71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.
72. Lalu ruku’ sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya dan setiap anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku’ adalah rukun.
CARA RUKU’
ruku1.gifruku2.gif73. Meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan sebaik-baiknya, lalu merenggangkan jari-jari seolah-olah menggenggam kedua lutut. Semua itu hukumnya wajib.
74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib.
75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.

76. Merenggangkan kedua siku dari badan.
77. Mengucapkan saat ruku’.
ruku01.gif
“Subhaana rabbiiyal ‘adhiim”.
“Artinya : Segala puji bagi Allah yang Maha Agung”. tiga kali atau lebih.
MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN
78. Termasuk sunnah untuk menyamakan panjangnya rukun, diusahakan antara ruku’ berdiri dan sesudah ruku’, dan duduk diantara dua sujud hampir sama.
79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud.
I’TIDAL SESUDAH RUKU’
80. Mengangkat punggung dari ruku’ dan ini adalah rukun.
81. Dan saat i’tidal mengucapkan .
bacaan-itidal.gif
“Syami’allahu-liman hamidah”.
“Artinya : Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. adapun hukumnya wajib.
82. Mengangkat kedua tangan saat i’tidal seperti dijelaskan terdahulu.
83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun.
84. Mengucapkan saat berdiri.
itidal02.gif
“Rabbanaa wa lakal hamdu”
“Artinya : Ya tuhan kami bagi-Mu-lah segala puji”. Hukumnya adalah wajib bagi setiap orang yang shalat meskipun sebagai imam, karena ini adalah wirid saat berdiri, sedang tasmi (ucapan Sami’allahu liman hamidah) adalah wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai tegak).
85. Menyamakan panjang antara rukun ini dengan ruku’ seperti dijelaskan terdahulu.

7. SUJUD

86. Lalu mengucapkan “Allahu Akbar” dan ini wajib.
87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
TURUN DENGAN KEDUA TANGAN

turunsujud2.gif
 88. Lalu turun untuk sujud dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum kedua lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tsabit dari perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menyerupai cara berlututnya unta yang turun dengan kedua lututnya yang terdapat di kaki depan.
89. Apabila sujud -dan ini adalah rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.
90. Merapatkan jari jemari.
sujud1.gif
91. Lalu menghadapkan ke kiblat.
92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan bahu.
93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar dengan telinga.
94. Mengangkat kedua lengan dari lantai dan tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib.
95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai, ini termasuk rukun.
96. Menempelkan kedua lutut ke lantai.
97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki.
98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini adalah wajib.
99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke qiblat.
100. Meletakkan/merapatkan kedua mata kaki.
BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD
101. Wajib berlaku tegak ketika sujud, yaitu tertumpu dengan seimbang pada semua anggota sujud yang terdiri dari : Dahi termasuk hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki.
102. Barangsiapa sujud seperti itu berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah ketika sujud termasuk rukun juga.
103. Mengucapkan ketika sujud.
sujud01.gif
“Subhaana rabbiyal ‘alaa”
“Artinya : Maha Suci Rabbku yang Maha Tinggi” diucapkan tiga kali atau lebih.
104. Disukai untuk memperbanyak do’a saat sujud, karena saat itu do’a banyak dikabulkan.
105. Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku’ seperti diterangkan terdahulu.
106. Boleh sujud langsung di tanah, boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya.
107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat sujud.
IFTIRASY DAN IQ’A KETIKA DUDUK ANTARA DUA SUJUD
duduk1.gif
108. Kemudian mengangkat kepala sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib.
109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.
111. Melipat kaki kiri dan mendudukinya. Hukumnya wajib.
112. Menegakkan kaki kanan (sifat duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy).
113. Menghadapkan jari-jari kaki ke kiblat.
114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu duduk di atas kedua tumit.
115. Mengucapkan pada waktu duduk.
duasujud04.gif
“Allahummagfirlii, warhamnii’ wajburnii’, warfa’nii’, wa ‘aafinii, warjuqnii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, syangilah aku, tutuplah kekuranganku, angkatlah derajatku, dan berilah aku afiat dan rezeki”.
116. Dapat pula mengucapkan.
duasujud02.gif
“Rabbigfirlii, Rabbigfilii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, ampunilah aku”.
117. Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud.
SUJUD KEDUA
118. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.
119. Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya dengan takbir ini.
120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk rukun juga.
121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama.
DUDUK ISTIRAHAT
122. Setelah mengangkat kepala dari sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir.
123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangannya.
124. Duduk sebentar di atas kaki kiri seperti duduk iftirasy sebelum bangkit berdiri, sekadar selurus tulang menempati tempatnya.
RAKAAT KEDUA
125. Kemudian bangkit raka’at kedua -ini termasuk rukun- sambil menekan ke lantai dengan kedua tangan yang terkepal seperti tukang tepung mengepal kedua tangannya.
126. Melakukan pada raka’at yang kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama.
127. Akan tetapi tidak membaca pada raka’at yang kedua ini do’a iftitah.
128. Memendekkan raka’at kedua dari raka’at yang pertama.
DUDUK TASYAHUD
129. Setelah selesai dari raka’at kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib.
130. Duduk iftirasy seperti diterangkan pada duduk diantara dua sujud.
131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat ini.
132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.
133. Membentangkan tangan kiri di atas paha dan lutut kiri.
134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri.
MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN MEMANDANGNYA
tahiyatakhir2.gif
”135. Menggenggam jari-jari tangan kanan seluruhnya, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di atas jari tengah.
136. Kadang-kadang membuat lingkaran ibu jari dengan jari tengah.
137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke qiblat.
138. Dan melihat pada telunjuk.
139. Menggerakkan telunjuk sambil berdo’a dari awal tasyahud sampai akhir.
140. Tidak boleh mengisyaratkan dengan jari tangan kiri.
141. Melakukan semua ini di semua tasyahud.
UCAPAN TASYAHUD DAN DO’A SESUDAHNYA
142. Tasyahud adalah wajib, jika lupa harus sujud sahwi.
143. Membaca tasyahud dengan sir (tidak dikeraskan).
144. Dan lafadznya :
tahiyat01.gif
“At-tahiyyaatu lillah washalawaatu wat-thayyibat, assalamu ‘alan – nabiyyi warrahmatullahi wabarakaatuh, assalaamu ‘alaiynaa wa’alaa ‘ibaadil-llahis-shaalihiin, asyhadu alaa ilaaha illallah, asyhadu anna muhamaddan ‘abduhu warasuuluh”.
“Artinya : Segala penghormatan bagi Allah, shalawat dan kebaikan serta keselamatan atas Nabi dan rahmat Allah serta berkat-Nya. Keselamatan atas kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan rasul-Nya”.
145. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengucapkan :
shalawat.gif
“ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”
artinya: “Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”
146. Dapat juga diringkas sebagai berikut : “Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, wabaarik ‘alaa muhammadiw wa’alaa ali muhammadin kamaa shallaiyta wabaarikta ‘alaa ibraahiim wa’alaa ali ibraahiim, innaka hamiidum majiid”.
“Artinya : Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana engkau bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan Mulia”.
147. Kemudian memilih salah satu do’a yang disebutkan dalam kitab dan sunnah yang paling disenangi lalu berdo’a kepada Allah dengannya.
(tambahan-red) Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, dia berkata:
doabadashalawat.gif
“ALLAAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL.”
artinya: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT
148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk.
149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan.
150. Kemudian bangkit ke raka’at ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya.
151. Seperti itu pula yang dilakukan bila ingin bangkit ke raka’at yang ke empat.
152. Akan tetapi sebelum bangkit berdiri, duduk sebentar di atas kaki yang kiri (duduk iftirasy) sampai semua tulang menempati tempatnya.
153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat kedua.
154. Kemudian membaca pada raka’at ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban.
155. Setelah membaca Al-Fatihah, boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat.
QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA
156. Disunatkan untuk qunut dan berdo’a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka.
157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan :
itidal01.gif
“Rabbana lakal hamdu”.
158. Tidak ada do’a qunut yang ditetapkan, tetapi cukup berdo’a dengan do’a yang sesuai dengan musibah yang sedang terjadi.
159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
160. Mengeraskan do’a tersebut apabila sebagai imam.
161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya.
162. Apabila telah selesai membaca do’a qunut lalu bertakbir untuk sujud.
QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA
163. Adapun qunut di shalat witir disyari’atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu.
164. Tempatnya sebelum ruku’, hal ini berbeda dengan qunut nazilah.
165. Mengucapkan do’a berikut : “Allahummah dinii fiiman hadayit, wa ‘aafiinii fiiman ‘aafayit, watawallanii fiiman tawallayit, wa baariklii fiimaa a’thayit, wa qinii syarra maaqadhayit, fainnaka taqdhii walaa yuqdhaa ‘alayika wainnahu laayadzillu maw waalayit walaa ya’izzu man ‘aadayit, tabaarakta rabbanaa wata’alayit laa manjaa minka illaa ilayika”.
“Artinya : Ya Allah tunjukilah aku pada orang yang engkau tunjuki dan berilah aku afiat pada orang yang Engkau beri afiat. Serahkanlah aku pada orang yang berwali kepada-Mu, berilah aku berkah pada apa yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan yang Engkau tetapkan, karena Engkau menetapkan, dan tidak ada yang menetapkan untukku. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang berwali kepada-Mu, dan tidak akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau penuh berkah, Wahai Rabb kami dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada tempat berlindung kecuali kepada-Mu”.
166. Do’a ini termasuk do’a yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperbolehkan karena tsabit dari para shahabat radiyallahu anhum.
167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua kali seperti terdahulu.
TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK
tahiyatakhir.gif tahiyat04.gif 168. Kemudian duduk untuk tasyahud akhir, keduanya adalah wajib.
169. Melakukan pada tasyahud akhir apa yang dilakukan pada tasyahud awal.
170. Selain duduk di sini dengan cara tawaruk yaitu meletakkan pangkal paha kiri ke tanah dan mengeluarkan kedua kaki dari satu arah dan menjadikan kaki kiri ke bawah betis kanan.
171. Menegakkan kaki kanan.
172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan.
173. Menutup lutut kiri dengan tangan kiri yang bertumpu padanya.
KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA
174. Wajib pada tasyahud akhir bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana lafadz-lafadznya yang telah kami sebutkan pada tasyahud awal.
175. Kemudian berlindung kepada Allah dari empat perkara, dan mengucapkan : “Allahumma inii a’uwdzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min tsarri fitnatil masyihid dajjal”.
“Artinya : Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahannam dan dari siksa kubur, dan dari fitnah orang yang hidup dan orang yang mati serta dari keburukan fitnah masih ad-dajjal”.
BERDO’A SEBELUM SALAM
176. Kemudian berdo’a untuk dirinya dengan do’a yang nampak baginya dari do’a-do’a tsabit dalam kitab dan sunnah, dan do’a ini sangat banyak dan baik. Apabila dia tidak menghafal satupun dari do’a-do’a tersebut maka diperbolehkan berdo’a dengan apa yang mudah baginya dan bermanfaat bagi agama dan dunianya.
SALAM DAN MACAM-MACAMNYA
177. Memberi salam ke arah kanan sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.
178. Dan ke arah kiri sampai terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah.
179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam kecuali pada shalat jenazah.
180. Macam-macam cara salam.
* Pertama mengucapkan
salam02.gif
“Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu” ke arah kanan dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” ke arah kiri.
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
salam03.gif
* Ketiga mengucapkan
salam04.gif
“Assalamu’alaikum warahmatullahi” ke arah kanan dan “Assalamu’alaikum” ke arah kiri.
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
PENUTUP
Saudaraku seagama.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”.
Setelah itu satu hal jangan engkau lupakan, agar engkau menghadirkan hatimu dan khusyu’ ketika melakukan shalat, karena itu tujuan utama berdirinya sang hamba di hadapan Allah Subahanahu wa Ta’ala, dan sesuai dengan kemampuan yang ada padamu dari apa yang aku sifatkan tentang kekhusu’an serta mengikuti cara shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga engkau mendapatkan hasil diharapkan sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan firman-Nya.
“Artinya : Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar”.
Akhirnya. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalat kita dan amal kita secara keseluruhan, dan menyimpan pahala shalat kita sampai kita bertemu dengan-Nya. “Di hari tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang dengan hati yang suci”. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Tata Cara Sholat 1 300x187 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 2 300x192 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 31 300x172 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 4 300x180 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 5 300x187 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 6 300x165 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 7 300x200 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 8 300x206 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 9 300x182 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 10 300x168 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 11 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 12 300x163 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 13 300x177 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 14 300x186 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 15 300x164 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 16 300x180 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 17 300x215 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 18 Tata Cara Shalat (Foto)
Sumber :
http://salafiyunm.blogspot.com/2009/06/ringkasan-sifat-shalat-nabi-shallallahu.html
http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/