1. MENGHADAP KA’BAH
1. Apabila anda – wahai Muslim – ingin menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.
2. Ketentuan menghadap qiblat ini
tidak menjadi keharusan lagi bagi ‘seorang yang sedang berperang’ pada
pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat.
* Dan tidak menjadi keharusan lagi
bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia
khawatir luputnya waktu.
* Juga tidak menjadi keharusan lagi
bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang ia menunggangi hewan atau
kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya – jika hal ini memungkinkan –
supaya menghadap ke qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu
menghadap ke arah manapun kendaraannya menghadap.
3. Wajib bagi yang melihat Ka’bah
untuk menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia
menghadap ke arah Ka’bah.
HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA’BAH
KARENA KELIRU
4. Apabila shalat tanpa menghadap
qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan
pilihan, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.
5. Apabila datang orang yang
dipercaya saat dia shalat, lalu orang yang datang itu memberitahukan kepadanya
arah qiblat maka wajib baginya untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan,
dan shalatnya sah.
2. BERDIRI
6. Wajib bagi yang melakukan shalat
untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi :
* Orang yang shalat khauf saat
perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas
kendaraannya.
* Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
* Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
* Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
* Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
7. Tidak boleh bagi orang yang
shalat sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi dihadapannya sebagai
tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya
-seperti yang kami sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya
secara langsung ke bumi (lantai).
SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT
8. Dibolehkan shalat fardlu di atas
kapal laut demikian pula di pesawat.
9. Dibolehkan juga shalat di kapal
laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.
10. Boleh juga saat berdiri bertumpu
(memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang
lemah.
SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK
11. Dibolehkan shalat lail (sholat
malam-red) sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab
apapun), atau sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca dalam
keadaan duduk dan ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang
masih tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian
ia melakukan hal yang sama pada rakaat yang kedua.
12. Apabila shalat dalam keadaan
duduk, maka ia duduk bersila atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan
seseorang untuk beristirahat.
SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL
13. Boleh shalat tanpa memakai
sandal dan boleh pula dengan memakai sandal.
14. Tapi yang lebih utama jika sekali
waktu shalat sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal,
sesuai yang lebih gampang dilakukan saat itu, tidak membebani diri dengan harus
memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang
kaki maka shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal
maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu (terpaksa).
15. Jika kedua sandal dilepas maka
tidak boleh diletakkan di samping kanan akan tetapi diletakkan di samping kiri
jika tidak ada di samping kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka
hendaklah diletakkan di depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan
perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
SHALAT DI ATAS MIMBAR
16. Dibolehkan bagi imam untuk
shalat di tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar manusia.
Imam berdiri di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku’ setelah itu
turun sambil mundur sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan mimbar,
lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di rakaat
berikutnya.
(tambahan-red)
Posisi Imam dan Makmum Dalam Sholat Berjamaah
KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP PEMBATAS
(SUTROH) DAN MENDEKAT KEPADANYA
17. Wajib shalat menghadap tabir
pembatas, dan tiada bedanya baik di masjid maupun selain masjid, di masjid yang
besar atau yang kecil, berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Janganlah shalat
melainkan menghadap pembatas, dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu,
apabila ia enggan maka perangilah karena sesungguhnya ia bersama pendampingnya”.
(Maksudnya syaitan).
18. Wajib mendekat ke pembatas
karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu.
19. Jarak antara tempat sujud Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tembok yang dihadapinya seukuran tempat
lewat domba. maka barang siapa yang mengamalkan hal itu berarti ia telah
mengamalkan batas ukuran yang diwajibkan.
KADAR KETINGGIAN PEMBATAS
20. Wajib pembatas dibuat agak
tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seorang diantara
kamu meletakkan di hadapannya sesuatu setinggi ekor pelana (sebagai pembatas)
maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan ia pedulikan orang yang lewat di
balik pembatas”.
21. Dan ia menghadap ke pembatas
secara langsung, karena hal itu yang termuat dalam konteks hadits tentang
perintah untuk shalat menghadap ke pembatas. Adapun bergeser dari posisi
pembatas ke kanan atau ke kiri sehingga membuat tidak lurus menghadap langsung
ke pembatas maka hal ini tidak sah.
22. Boleh shalat menghadap tongkat
yang ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya, boleh pula menghadap pohon,
tiang, atau isteri yang berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh pula
menghadap hewan meskipun unta.
HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR
23. Tidak boleh shalat menghadap ke
kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi.
HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG
SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM
24. Tidak boleh lewat di depan orang
yang sedang shalat jika di depannya ada pembatas, dalam hal ini tidak ada
perbedaan antara masjid Haram atau masjid-masjid lain, semua sama dalam hal
larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Andaikan orang yang lewat
di depan orang yang shalat mengetahui akibat perbuatannya maka untuk berdiri
selama 40, lebih baik baginya dari pada lewat di depan orang yang sedang
shalat”. Maksudnya lewat di antara shalat dengan tempat sujudnya.
KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH
ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM
25. Tidak boleh bagi orang yang
shalat menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat di depannya berdasarkan
hadits yang telah lalu.
“Artinya : Dan janganlah membiarkan
seseorang lewat di depanmu …”.
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
“Artinya : Jika seseorang diantara
kamu shalat menghadap sesuatu pembatas yang menghalanginya dari orang lain,
lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia mendorong leher orang
yang ingin lewat itu semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika
ia enggan maka perangilah karena ia adalah syaithan”.
BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH
ORANG LEWAT
26. Boleh maju selangkah atau lebih
untuk mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di depannya seperti hewan atau
anak kecil agar tidak lewat di depannya.
HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT
27. Di antara fungsi pembatas dalam
shalat adalah menjaga orang yang shalat menghadapnya dari kerusakan shalat
disebabkan yang lewat di depannya, berbeda dengan yang tidak memakai pembatas,
shalatnya bisa terputus bila lewat di depannya wanita dewasa, keledai, atau
anjing hitam.
3. NIAT
28. Bagi yang akan shalat harus
meniatkan shalat yang akan dilaksanakannya serta menentukan niat dengan
hatinya, seperti fardhu zhuhur dan ashar, atau sunnat zhuhur dan ashar. Niat
ini merupakan syarat atau rukun shalat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan
maka ini merupakan bid’ah, menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang
menfatwakan hal itu di antara para ulama yang ditokohkan oleh orang-orang yang
suka taqlid (fanatik buta).
4. TAKBIR
29. Kemudian memulai shalat dengan
membaca. “Allahu Akbar” (Artinya : Allah Maha Besar). Takbir ini merupakan
rukun, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Pembuka Shalat adalah
bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam”.
30. Tidak boleh mengeraskan suara
saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.
31. Boleh bagi muadzin menyampaikan
(memperdengarkan) takbir imam kepada jama’ah jika keadaan menghendaki, seperti
jika imam sakit, suaranya lemah atau karena banyaknya orang yang shalat.
32. Ma’mum tidak boleh takbir
kecuali jika imam telah selesai takbir.
MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN
CARA-CARANYA
33. Mengangkat kedua tangan, boleh
bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh sesudah takbir.
Kesemuanya ini ada landasannya yang sah dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
34. Mengangkat tangan dengan
jari-jari terbuka.
35. Mensejajarkan kedua telapak
tangan dengan pundak/bahu, sewaktu-waktu mengangkat lebih tinggi lagi sampai
sejajar dengan ujung telinga.
MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN
CARA-CARANYA
36. Kemudian meletakkan tangan kanan
di atas tangan kiri sesudah takbir, ini merupakan sunnah (ajaran) para
nabi-nabi Alaihimus Shallatu was sallam dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam kepada para sahabat beliau, sehingga tidak boleh
menjulurkannya.
37. Meletakkan tangan kanan di atas
punggung tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan.
38. Kadang-kadang menggenggam tangan
kiri dengan tangan kanan.
TEMPAT MELETAKKAN TANGAN
39. Keduanya diletakkan di atas dada
saja. Laki-laki dan perempuan dalam hal tersebut sama.
40. Tidak meletakkan tangan kanan di
atas pinggang.
KHUSU’ DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD
41. Hendaklah berlaku khusu’ dalam
shalat dan menjauhi segala sesuatu yang dapat melalaikan dari khusu’ seperti
perhiasan dan lukisan, janganlah shalat saat berhadapan dengan hidangan yang
menarik, demikian juga saat menahan berak dan kencing.
42. Memandang ke tempat sujud saat
berdiri.
43. Tidak menoleh ke kanan dan ke
kiri, karena menoleh adalah curian yang dilakukan oleh syaitan dari shalat
seorang hamba.
44. Tidak boleh mengarahkan
pandangan ke langit (ke atas).
DO’A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)
45. Kemudian membuka bacaan dengan
sebagian do’a-do’a yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah :
“Subhaanaka Allahumma wa bihamdika,
wa tabaarakasmuka, wa ta’alaa jadduka, walaa ilaha ghaiyruka”.
“Artinya : Maha Suci Engkau ya
Allah, segala puji hanya bagi-Mu, kedudukan-Mu sangat agung, dan tidak ada
sembahan yang hak selain Engkau”.
Perintah ber-istiftah telah sah dari
Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.
“ALLAHUUMMA BA’ID BAINII WA BAINA
KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII
MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS.
ALLAAHUMMAGHSILNII MIN KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS TSALJI WAL BARADI”
artinya:
“Ya, Allah, jauhkanlah antara aku
dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat.
Ya, Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih
dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku
dengan air, salju dan embun.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:
“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS
SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA
SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN. LAA
SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL
MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA
‘ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII’AN,
INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA
YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU ‘ANNII
SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY
SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA
WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU
ILAIKA"
yang artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada
Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah
termasuk orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku
semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang
menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang
pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain
Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku
hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka
ampunilah semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni
semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya
Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah
diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak
datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk].
Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon
keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau
Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
5. QIRAAH (BACAAN)
46. Kemudian wajib berlindung kepada
Allah Ta’ala, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.
47. Termasuk sunnah jika
sewaktu-waktu membaca.
“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR
RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah dari
setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari
kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
48. Dan sewaktu-waktu membaca
tambahan.
“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM
MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”
artinya:
“Aku berlindung kepada Allah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk…”
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
49. Kemudian membaca basmalah
(bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).
MEMBACA AL-FAATIHAH
50. Kemudian membaca surat
Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah, ini adalah rukun shalat dimana shalat
tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm
(non Arab) untuk menghafalnya.
51. Bagi yang tak bisa menghafalnya
boleh membaca.
“Subhaanallah, wal hamdulillah walaa
ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”.
“Artinya : Maha suci Allah, segala
puji bagi Allah, tidak ada sembahan yang haq selain Allah, serta tidak ada daya
dan kekuatan melainkan karena Allah”.
52. Didalam membaca Al-Fatihah,
disunnahkan berhenti pada setiap ayat, dengan cara membaca.
(Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca.
(Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti, kemudian membaca.
(Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Maaliki yauwmiddiin)
lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara membaca Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya. Beliau berhenti di akhir setiap ayat
dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya meskipun maknanya berkaitan.
53. Boleh membaca (Maaliki) dengan
panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek.
BACAAN MA’MUM
54. Wajib bagi ma’mum membaca
Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr (tidak terdengar) atau saat imam
membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar bacaan imam, demikian pula ma’mum
membaca Al-Fatihah bila imam berhenti sebentar untuk memberi kesempatan bagi
ma’mum yang membacanya. Meskipun kami menganggap bahwa berhentinya imam di
tempat ini tidak tsabit dari sunnah.
BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH
55. Disunnahkan sesudah membaca
Al-Fatihah, membaca surat yang lain atau beberapa ayat pada dua raka’at yang
pertama. Hal ini berlaku pula pada shalat jenazah.
56. Kadang-kadang bacaan sesudah
Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula diringkas karena ada faktor-faktor tertentu
seperti safar (bepergian), batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.
57. Panjang pendeknya bacaan
berbeda-beda sesuai dengan shalat yang dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh
lebih panjang daripada bacaan shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada
shalat dzuhur, pada shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan
bacaan pada shalat maghrib umumnya diperpendek.
58. Adapun bacaan pada shalat lail
lebih panjang dari semua itu.
59. Sunnah membaca lebih panjang
pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.
60. Memendekkan dua rakaat terakhir
kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama.
61. Membaca Al-Fatihah pada semua
rakaat.
62. Disunnahkan pula menambahkan
bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.
63. Tidak boleh imam memanjangkan
bacaan melebihi dari apa yang disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian
bisa-bisa memberatkan ma’mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang sakit,
wanita yang mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai keperluan.
MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN
64. Bacaan dikeraskan pada shalat
shubuh, jum’at, dua shalat ied, shalat istisqa, khusuf dan dua rakaat pertama
dari shalat maghrib dan isya. Dan dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat
dzuhur, ashar, rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir
dari shalat isya.
65. Boleh bagi imam memperdengarkan
bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).
66. Adapun witir dan shalat lail
bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.
MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL
67. Sunnah membaca Al-Qur’an secara
tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula
terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi
Al-Qur’an dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama
ilmu tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan Ahli Bid’ah dan
tidak boleh pula seperti nada-nada musik.
68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk
membetulkan bacaan imam jika keliru.
6. RUKU’
69. Bila selesai membaca, maka diam
sebentar menarik nafas agar bisa teratur.
70. Kemudian mengangkat kedua tangan
seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram.
71. Dan takbir, hukumnya adalah
wajib.
72. Lalu ruku’ sedapatnya agar
persendian bisa menempati posisinya dan setiap anggota badan mengambil
tempatnya. Adapun ruku’ adalah rukun.
CARA RUKU’
73. Meletakkan kedua tangan di atas
lutut dengan sebaik-baiknya, lalu merenggangkan jari-jari seolah-olah
menggenggam kedua lutut. Semua itu hukumnya wajib.
74. Mensejajarkan punggung dan
meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah.
Hal ini wajib.
75. Tidak merendahkan kepala dan
tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.
76. Merenggangkan kedua siku dari
badan.
77. Mengucapkan saat ruku’.
“Subhaana rabbiiyal ‘adhiim”.
“Artinya : Segala puji bagi Allah
yang Maha Agung”. tiga kali atau lebih.
MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN
78. Termasuk sunnah untuk menyamakan
panjangnya rukun, diusahakan antara ruku’ berdiri dan sesudah ruku’, dan duduk
diantara dua sujud hampir sama.
79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an
saat ruku’ dan sujud.
I’TIDAL SESUDAH RUKU’
80. Mengangkat punggung dari ruku’
dan ini adalah rukun.
81. Dan saat i’tidal mengucapkan .
“Syami’allahu-liman hamidah”.
“Artinya : Semoga Allah mendengar
orang yang memuji-Nya”. adapun hukumnya wajib.
82. Mengangkat kedua tangan saat
i’tidal seperti dijelaskan terdahulu.
83. Lalu berdiri dengan tegak dan
tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun.
84. Mengucapkan saat berdiri.
“Rabbanaa wa lakal hamdu”
“Artinya : Ya tuhan kami bagi-Mu-lah
segala puji”. Hukumnya adalah wajib bagi setiap orang yang shalat meskipun
sebagai imam, karena ini adalah wirid saat berdiri, sedang tasmi (ucapan
Sami’allahu liman hamidah) adalah wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai
tegak).
85. Menyamakan panjang antara rukun
ini dengan ruku’ seperti dijelaskan terdahulu.
7. SUJUD
86. Lalu mengucapkan “Allahu Akbar”
dan ini wajib.
87. Kadang-kadang sambil mengangkat
kedua tangan.
Cara pertama: TURUN DENGAN KEDUA
TANGAN
88. Lalu turun untuk sujud dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum kedua lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tsabit dari perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menyerupai cara berlututnya unta yang turun dengan kedua lututnya yang terdapat di kaki depan.
cara kedua: TURUN DENGAN KEDUA LUTUT TERLEBIH DAHULU
89. Apabila sujud -dan ini adalah
rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.
90. Merapatkan jari jemari.
91. Lalu menghadapkan ke kiblat.
92. Merapatkan kedua tangan sejajar
dengan bahu.
93. Kadang-kadang meletakkan
keduanya sejajar dengan telinga.
94. Mengangkat kedua lengan dari
lantai dan tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib.
95. Menempelkan hidung dan dahi ke
lantai, ini termasuk rukun.
96. Menempelkan kedua lutut ke
lantai.
97. Demikian pula ujung-ujung jari
kaki.
98. Menegakkan kedua kaki, dan semua
ini adalah wajib.
99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke
qiblat.
100. Meletakkan/merapatkan kedua
mata kaki.
BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD
101. Wajib berlaku tegak ketika
sujud, yaitu tertumpu dengan seimbang pada semua anggota sujud yang terdiri
dari : Dahi termasuk hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari
kedua kaki.
102. Barangsiapa sujud seperti itu
berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah ketika sujud termasuk rukun
juga.
103. Mengucapkan ketika sujud.
“Subhaana rabbiyal ‘alaa”
“Artinya : Maha Suci Rabbku yang
Maha Tinggi” diucapkan tiga kali atau lebih.
104. Disukai untuk memperbanyak do’a
saat sujud, karena saat itu do’a banyak dikabulkan.
105. Menjadikan sujud sama panjang
dengan ruku’ seperti diterangkan terdahulu.
106. Boleh sujud langsung di tanah,
boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya.
107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an
saat sujud.
IFTIRASY DAN IQ’A KETIKA DUDUK
ANTARA DUA SUJUD
108. Kemudian mengangkat kepala
sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib.
109. Kadang-kadang sambil mengangkat
kedua tangan.
110. Lalu duduk dengan tenang
sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.
111. Melipat kaki kiri dan
mendudukinya. Hukumnya wajib.
112. Menegakkan kaki kanan (sifat
duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy).
113. Menghadapkan jari-jari kaki ke
kiblat.
114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu
duduk di atas kedua tumit.
115. Mengucapkan pada waktu duduk.
“Allahummagfirlii, warhamnii’
wajburnii’, warfa’nii’, wa ‘aafinii, warjuqnii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku,
syangilah aku, tutuplah kekuranganku, angkatlah derajatku, dan berilah aku
afiat dan rezeki”.
116. Dapat pula mengucapkan.
“Rabbigfirlii, Rabbigfilii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku,
ampunilah aku”.
117. Memperpanjang duduk sampai
mendekati lama sujud.
SUJUD KEDUA
118. Kemudian takbir, dan hukumnya
wajib.
119. Kadang-kadang mengangkat kedua
tangannya dengan takbir ini.
120. Lalu sujud yang kedua, ini
termasuk rukun juga.
121. Melakukan pada sujud ini
apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama.
DUDUK ISTIRAHAT
122. Setelah mengangkat kepala dari
sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir.
123. Kadang-kadang sambil mengangkat
kedua tangannya.
124. Duduk sebentar di atas kaki
kiri seperti duduk iftirasy sebelum bangkit berdiri, sekadar selurus tulang
menempati tempatnya.
RAKAAT KEDUA
125. Kemudian bangkit raka’at kedua
-ini termasuk rukun- sambil menekan ke lantai dengan kedua tangan yang terkepal
seperti tukang tepung mengepal kedua tangannya.
126. Melakukan pada raka’at yang
kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama.
127. Akan tetapi tidak membaca pada
raka’at yang kedua ini do’a iftitah.
128. Memendekkan raka’at kedua dari
raka’at yang pertama.
DUDUK TASYAHUD
129. Setelah selesai dari raka’at
kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib.
130. Duduk iftirasy seperti
diterangkan pada duduk diantara dua sujud.
131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat
ini.
132. Meletakkan tangan kanan sampai
siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.
133. Membentangkan tangan kiri di
atas paha dan lutut kiri.
134. Tidak boleh duduk sambil
bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri.
MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN
MEMANDANGNYA
”135. Menggenggam jari-jari tangan
kanan seluruhnya, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di atas jari tengah.
136. Kadang-kadang membuat lingkaran
ibu jari dengan jari tengah.
137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke
qiblat.
138. Dan melihat pada telunjuk.
139. Menggerakkan telunjuk sambil
berdo’a dari awal tasyahud sampai akhir.
140. Tidak boleh mengisyaratkan
dengan jari tangan kiri.
141. Melakukan semua ini di semua
tasyahud.
UCAPAN TASYAHUD DAN DO’A SESUDAHNYA
142. Tasyahud adalah wajib, jika
lupa harus sujud sahwi.
143. Membaca tasyahud dengan sir
(tidak dikeraskan).
144. Dan lafadznya :
“At-tahiyyaatu lillah washalawaatu
wat-thayyibat, assalamu ‘alan – nabiyyi warrahmatullahi wabarakaatuh, assalaamu
‘alaiynaa wa’alaa ‘ibaadil-llahis-shaalihiin, asyhadu alaa ilaaha illallah,
asyhadu anna muhamaddan ‘abduhu warasuuluh”.
“Artinya : Segala penghormatan bagi
Allah, shalawat dan kebaikan serta keselamatan atas Nabi dan rahmat Allah serta
berkat-Nya. Keselamatan atas kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku
bersaksi bahwa tidak ada sembahan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad
hamba dan rasul-Nya”.
145. Sesudah itu bershalawat kepada
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengucapkan :
“ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA
‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM
MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALAA
AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”
artinya: “Ya Allah berikanlah
Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah
memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan
Maha Agung.”
146. Dapat juga diringkas sebagai
berikut : “Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, wabaarik
‘alaa muhammadiw wa’alaa ali muhammadin kamaa shallaiyta wabaarikta ‘alaa
ibraahiim wa’alaa ali ibraahiim, innaka hamiidum majiid”.
“Artinya : Ya Allah bershalawatlah
kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana engkau bershalawat dan
memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan Mulia”.
147. Kemudian memilih salah satu
do’a yang disebutkan dalam kitab dan sunnah yang paling disenangi lalu berdo’a
kepada Allah dengannya.
(tambahan-red) Dari Abu Hurairah
berkata; berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila kamu telah
selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal,
dia berkata:
“ALLAAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MIN
‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA
MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL.”
artinya: “Ya Allah! Aku berlindung
kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta
fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT
148. Kemudian takbir, dan hukumnya
wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk.
149. Kadang-kadang mengangkat kedua
tangan.
150. Kemudian bangkit ke raka’at
ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya.
151. Seperti itu pula yang dilakukan
bila ingin bangkit ke raka’at yang ke empat.
152. Akan tetapi sebelum bangkit
berdiri, duduk sebentar di atas kaki yang kiri (duduk iftirasy) sampai semua
tulang menempati tempatnya.
153. Kemudian berdiri sambil
bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat
kedua.
154. Kemudian membaca pada raka’at
ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban.
155. Setelah membaca Al-Fatihah,
boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat.
QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA
156. Disunatkan untuk qunut dan
berdo’a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka.
157. Tempatnya adalah setelah
mengucapkan :
“Rabbana lakal hamdu”.
158. Tidak ada do’a qunut yang
ditetapkan, tetapi cukup berdo’a dengan do’a yang sesuai dengan musibah yang
sedang terjadi.
159. Mengangkat kedua tangan ketika
berdo’a.
160. Mengeraskan do’a tersebut
apabila sebagai imam.
161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya.
162. Apabila telah selesai membaca
do’a qunut lalu bertakbir untuk sujud.
QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA
163. Adapun qunut di shalat witir
disyari’atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu.
164. Tempatnya sebelum ruku’, hal
ini berbeda dengan qunut nazilah.
165. Mengucapkan do’a berikut :
“Allahummah dinii fiiman hadayit, wa ‘aafiinii fiiman ‘aafayit, watawallanii
fiiman tawallayit, wa baariklii fiimaa a’thayit, wa qinii syarra maaqadhayit,
fainnaka taqdhii walaa yuqdhaa ‘alayika wainnahu laayadzillu maw waalayit walaa
ya’izzu man ‘aadayit, tabaarakta rabbanaa wata’alayit laa manjaa minka illaa
ilayika”.
“Artinya : Ya Allah tunjukilah aku
pada orang yang engkau tunjuki dan berilah aku afiat pada orang yang Engkau
beri afiat. Serahkanlah aku pada orang yang berwali kepada-Mu, berilah aku
berkah pada apa yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan
yang Engkau tetapkan, karena Engkau menetapkan, dan tidak ada yang menetapkan
untukku. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang berwali kepada-Mu, dan
tidak akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau penuh berkah, Wahai Rabb kami
dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada tempat berlindung kecuali kepada-Mu”.
166. Do’a ini termasuk do’a yang
diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperbolehkan karena
tsabit dari para shahabat radiyallahu anhum.
167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua
kali seperti terdahulu.
TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK
168. Kemudian duduk untuk tasyahud
akhir, keduanya adalah wajib.
169. Melakukan pada tasyahud akhir
apa yang dilakukan pada tasyahud awal.
170. Selain duduk di sini dengan
cara tawaruk yaitu meletakkan pangkal paha kiri ke tanah dan mengeluarkan kedua
kaki dari satu arah dan menjadikan kaki kiri ke bawah betis kanan.
171. Menegakkan kaki kanan.
172. Kadang-kadang boleh juga
dijulurkan.
173. Menutup lutut kiri dengan
tangan kiri yang bertumpu padanya.
KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA
174. Wajib pada tasyahud akhir
bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana lafadz-lafadznya
yang telah kami sebutkan pada tasyahud awal.
175. Kemudian berlindung kepada
Allah dari empat perkara, dan mengucapkan : “Allahumma inii a’uwdzubika min
‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa
min tsarri fitnatil masyihid dajjal”.
“Artinya : Ya Allah aku berlindung
kepada-Mu dari siksa Jahannam dan dari siksa kubur, dan dari fitnah orang yang
hidup dan orang yang mati serta dari keburukan fitnah masih ad-dajjal”.
BERDO’A SEBELUM SALAM
176. Kemudian berdo’a untuk dirinya
dengan do’a yang nampak baginya dari do’a-do’a tsabit dalam kitab dan sunnah,
dan do’a ini sangat banyak dan baik. Apabila dia tidak menghafal satupun dari
do’a-do’a tersebut maka diperbolehkan berdo’a dengan apa yang mudah baginya dan
bermanfaat bagi agama dan dunianya.
SALAM DAN MACAM-MACAMNYA
177. Memberi salam ke arah kanan
sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.
178. Dan ke arah kiri sampai
terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah.
179. Imam mengeraskan suaranya
ketika salam kecuali pada shalat jenazah.
180. Macam-macam cara salam.
* Pertama mengucapkan
“Assalamu ‘alaikum warahmatullahi
wabarakatuhu” ke arah kanan dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” ke
arah kiri.
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
“Assalamu’alaikum warahmatullahi” ke
arah kanan dan “Assalamu’alaikum” ke arah kiri.
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
PENUTUP
Saudaraku seagama.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihat aku shalat”.
Setelah itu satu hal jangan engkau
lupakan, agar engkau menghadirkan hatimu dan khusyu’ ketika melakukan shalat,
karena itu tujuan utama berdirinya sang hamba di hadapan Allah Subahanahu wa
Ta’ala, dan sesuai dengan kemampuan yang ada padamu dari apa yang aku sifatkan
tentang kekhusu’an serta mengikuti cara shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sehingga engkau mendapatkan hasil diharapkan sebagaimana yang telah
diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan firman-Nya.
“Artinya : Sesungguhnya shalat
mencegah dari perbuatan keji dan munkar”.
Akhirnya. Aku memohon kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalat kita dan amal kita secara keseluruhan,
dan menyimpan pahala shalat kita sampai kita bertemu dengan-Nya. “Di hari tidak
bermanfaat lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang dengan hati yang suci”.
Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
(LENGKAP+GAMBAR) TATACARA & TUNTUNAN SHOLAT YANG BENAR SESUAI SUNNAH ROSULULLAH SHALLALLAAHU ‘ALAIHI WASALLAM DARI MULAI TAKBIR SAMPAI SALAM | RINGKASAN SIFAT SHOLAT NABI KARYA SYAIKH ALBANI RAHIMAHULLAH)*
Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaani Rahimahullah
1. MENGHADAP KA’BAH
1. Apabila anda – wahai Muslim – ingin menunaikan shalat, menghadaplah ke Ka’bah (qiblat) dimanapun anda berada, baik shalat fardlu maupun shalat sunnah, sebab ini termasuk diantara rukun-rukun shalat, dimana shalat tidak sah tanpa rukun ini.
2. Ketentuan menghadap qiblat ini tidak menjadi keharusan lagi bagi ‘seorang yang sedang berperang’ pada pelaksanaan shalat khauf saat perang berkecamuk dahsyat.
* Dan tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang tidak sanggup seperti orang yang sakit atau orang yang dalam perahu, kendaraan atau pesawat bila ia khawatir luputnya waktu.
* Juga tidak menjadi keharusan lagi bagi orang yang shalat sunnah atau witir sedang ia menunggangi hewan atau kendaraan lainnya. Tapi dianjurkan kepadanya – jika hal ini memungkinkan – supaya menghadap ke qiblat pada saat takbiratul ikhram, kemudian setelah itu menghadap ke arah manapun kendaraannya menghadap.
3. Wajib bagi yang melihat Ka’bah untuk menghadap langsung ke porosnya, bagi yang tidak melihatnya maka ia menghadap ke arah Ka’bah.
)*gambar lengkap cara sholat (foto) ada di akhir artikel ini
HUKUM SHALAT TANPA MENGHADAP KA’BAH KARENA KELIRU
4. Apabila shalat tanpa menghadap qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah melakukan ijtihad dan pilihan, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulangi.
5. Apabila datang orang yang dipercaya saat dia shalat, lalu orang yang datang itu memberitahukan kepadanya arah qiblat maka wajib baginya untuk segera menghadap ke arah yang ditunjukkan, dan shalatnya sah.
2. BERDIRI
6. Wajib bagi yang melakukan shalat untuk berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi :
* Orang yang shalat khauf saat perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya shalat di atas kendaraannya.
* Orang yang sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya shalat sambil duduk dan bila tidak mampu diperkenankan sambil berbaring.
* Orang yang shalat nafilah (sunnah) dibolehkan shalat di atas kendaraan atau sambil duduk jika dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya, demikian pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
7. Tidak boleh bagi orang yang shalat sambil duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi dihadapannya sebagai tempat sujud. Akan tetapi cukup menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya -seperti yang kami sebutkan tadi- apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara langsung ke bumi (lantai).
SHALAT DI KAPAL LAUT ATAU PESAWAT
8. Dibolehkan shalat fardlu di atas kapal laut demikian pula di pesawat.
9. Dibolehkan juga shalat di kapal laut atau pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.
10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang) pada tiang atau tongkat karena faktor ketuaan atau karena badan yang lemah.
SHALAT SAMBIL BERDIRI DAN DUDUK
11. Dibolehkan shalat lail (sholat malam-red) sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur (penyebab apapun), atau sambil melakukan keduanya. Caranya; ia shalat membaca dalam keadaan duduk dan ketika menjelang ruku’ ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang masih tersisa dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian ia melakukan hal yang sama pada rakaat yang kedua.
12. Apabila shalat dalam keadaan duduk, maka ia duduk bersila atau duduk dalam bentuk lain yang memungkinkan seseorang untuk beristirahat.
SHALAT SAMBIL MEMAKAI SANDAL
13. Boleh shalat tanpa memakai sandal dan boleh pula dengan memakai sandal.
14. Tapi yang lebih utama jika sekali waktu shalat sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai yang lebih gampang dilakukan saat itu, tidak membebani diri dengan harus memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Bahkan jika kebetulan telanjang kaki maka shalat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal maka shalat sambil memakai sandal. Kecuali dalam kondisi tertentu (terpaksa).
15. Jika kedua sandal dilepas maka tidak boleh diletakkan di samping kanan akan tetapi diletakkan di samping kiri jika tidak ada di samping kirinya seseorang yang shalat, jika ada maka hendaklah diletakkan di depan kakinya, hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
SHALAT DI ATAS MIMBAR
16. Dibolehkan bagi imam untuk shalat di tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar manusia. Imam berdiri di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku’ setelah itu turun sambil mundur sehingga memungkinkan untuk sujud ke tanah di depan mimbar, lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di rakaat berikutnya.
(tambahan-red)
Posisi Imam dan Makmum Dalam Sholat Berjamaah
KEWAJIBAN SHALAT MENGHADAP PEMBATAS (SUTROH) DAN MENDEKAT KEPADANYA17. Wajib shalat menghadap tabir pembatas, dan tiada bedanya baik di masjid maupun selain masjid, di masjid yang besar atau yang kecil, berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Janganlah shalat melainkan menghadap pembatas, dan jangan biarkan seseorang lewat di hadapanmu, apabila ia enggan maka perangilah karena sesungguhnya ia bersama pendampingnya”. (Maksudnya syaitan).
18. Wajib mendekat ke pembatas karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal itu.
19. Jarak antara tempat sujud Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tembok yang dihadapinya seukuran tempat lewat domba. maka barang siapa yang mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran yang diwajibkan.
KADAR KETINGGIAN PEMBATAS
20. Wajib pembatas dibuat agak tinggi dari tanah sekadar sejengkal atau dua jengkal berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seorang diantara kamu meletakkan di hadapannya sesuatu setinggi ekor pelana (sebagai pembatas) maka shalatlah (menghadapnya), dan jangan ia pedulikan orang yang lewat di balik pembatas”.
21. Dan ia menghadap ke pembatas secara langsung, karena hal itu yang termuat dalam konteks hadits tentang perintah untuk shalat menghadap ke pembatas. Adapun bergeser dari posisi pembatas ke kanan atau ke kiri sehingga membuat tidak lurus menghadap langsung ke pembatas maka hal ini tidak sah.
22. Boleh shalat menghadap tongkat yang ditancapkan ke tanah atau yang sepertinya, boleh pula menghadap pohon, tiang, atau isteri yang berbaring di pembaringan sambil berselimut, boleh pula menghadap hewan meskipun unta.
HARAM SHALAT MENGHADAP KE KUBUR
23. Tidak boleh shalat menghadap ke kubur, larangan ini mutlak, baik kubur para nabi maupun selain nabi.
HARAM LEWAT DI DEPAN ORANG YANG SHALAT TERMASUK DI MASJID HARAM
24. Tidak boleh lewat di depan orang yang sedang shalat jika di depannya ada pembatas, dalam hal ini tidak ada perbedaan antara masjid Haram atau masjid-masjid lain, semua sama dalam hal larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Andaikan orang yang lewat di depan orang yang shalat mengetahui akibat perbuatannya maka untuk berdiri selama 40, lebih baik baginya dari pada lewat di depan orang yang sedang shalat”. Maksudnya lewat di antara shalat dengan tempat sujudnya.
KEWAJIBAN ORANG YANG SHALAT MENCEGAH ORANG LEWAT DI DEPANNYA MESKIPUN DI MASJID HARAM
25. Tidak boleh bagi orang yang shalat menghadap pembatas membiarkan seseorang lewat di depannya berdasarkan hadits yang telah lalu.
“Artinya : Dan janganlah membiarkan seseorang lewat di depanmu …”.
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Jika seseorang diantara kamu shalat menghadap sesuatu pembatas yang menghalanginya dari orang lain, lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia mendorong leher orang yang ingin lewat itu semampunya (dalam riwayat lain : cegahlah dua kali) jika ia enggan maka perangilah karena ia adalah syaithan”.
download gratis kajian MP3 Tatacara Sholat yang Benar | Sifat Sholat Nabi di :BERJALAN KE DEPAN UNTUK MENCEGAH ORANG LEWAT
26. Boleh maju selangkah atau lebih untuk mencegah yang bukan mukallaf yang lewat di depannya seperti hewan atau anak kecil agar tidak lewat di depannya.
HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT
27. Di antara fungsi pembatas dalam shalat adalah menjaga orang yang shalat menghadapnya dari kerusakan shalat disebabkan yang lewat di depannya, berbeda dengan yang tidak memakai pembatas, shalatnya bisa terputus bila lewat di depannya wanita dewasa, keledai, atau anjing hitam.
3. NIAT
28. Bagi yang akan shalat harus meniatkan shalat yang akan dilaksanakannya serta menentukan niat dengan hatinya, seperti fardhu zhuhur dan ashar, atau sunnat zhuhur dan ashar. Niat ini merupakan syarat atau rukun shalat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini merupakan bid’ah, menyalahi sunnah, dan tidak ada seorangpun yang menfatwakan hal itu di antara para ulama yang ditokohkan oleh orang-orang yang suka taqlid (fanatik buta).4. TAKBIR
29. Kemudian memulai shalat dengan membaca. “Allahu Akbar” (Artinya : Allah Maha Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.“Artinya : Pembuka Shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, sedangkan penghalalannya adalah salam”.
30. Tidak boleh mengeraskan suara saat takbir di semua shalat, kecuali jika menjadi imam.
31. Boleh bagi muadzin menyampaikan (memperdengarkan) takbir imam kepada jama’ah jika keadaan menghendaki, seperti jika imam sakit, suaranya lemah atau karena banyaknya orang yang shalat.
32. Ma’mum tidak boleh takbir kecuali jika imam telah selesai takbir.
MENGANGKAT KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
33. Mengangkat kedua tangan, boleh bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh sesudah takbir. Kesemuanya ini ada landasannya yang sah dalam sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
34. Mengangkat tangan dengan jari-jari terbuka.
35. Mensejajarkan kedua telapak tangan dengan pundak/bahu, sewaktu-waktu mengangkat lebih tinggi lagi sampai sejajar dengan ujung telinga.
MELETAKKAN KEDUA TANGAN DAN CARA-CARANYA
36. Kemudian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sesudah takbir, ini merupakan sunnah (ajaran) para nabi-nabi Alaihimus Shallatu was sallam dan diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat beliau, sehingga tidak boleh menjulurkannya.
37. Meletakkan tangan kanan di atas punggung tangan kiri dan di atas pergelangan dan lengan.
38. Kadang-kadang menggenggam tangan kiri dengan tangan kanan.
TEMPAT MELETAKKAN TANGAN
39. Keduanya diletakkan di atas dada saja. Laki-laki dan perempuan dalam hal tersebut sama.
40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas pinggang.
KHUSU’ DAN MELIHAT KE TEMPAT SUJUD
41. Hendaklah berlaku khusu’ dalam shalat dan menjauhi segala sesuatu yang dapat melalaikan dari khusu’ seperti perhiasan dan lukisan, janganlah shalat saat berhadapan dengan hidangan yang menarik, demikian juga saat menahan berak dan kencing.
42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri.
43. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri, karena menoleh adalah curian yang dilakukan oleh syaitan dari shalat seorang hamba.
44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke langit (ke atas).
DO’A ISTIFTAAH (PEMBUKAAN)
45. Kemudian membuka bacaan dengan sebagian do’a-do’a yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah :
“Subhaanaka Allahumma wa bihamdika, wa tabaarakasmuka, wa ta’alaa jadduka, walaa ilaha ghaiyruka”.
“Artinya : Maha Suci Engkau ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, kedudukan-Mu sangat agung, dan tidak ada sembahan yang hak selain Engkau”.
Perintah ber-istiftah telah sah dari Nabi, maka sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.
(Tambahan-red) do’a istiftah yang lain :
“ALLAHUUMMA BA’ID BAINII WA BAINA KHATHAAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIBI, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHATHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS. ALLAAHUMMAGHSILNII MIN KHATHAAYAAYA BIL MAA’I WATS TSALJI WAL BARADI”
artinya:
“Ya, Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya, Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya, Allah cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah).
Atau kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga membaca dalam sholat fardhu:
“WAJJAHTU WAJHIYA LILLADZII FATARAS SAMAAWAATI WAL ARDHA HANIIFAN [MUSLIMAN] WA MAA ANA MINAL MUSYRIKIIN. INNA SHOLATII WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAHI RABBIL ‘ALAMIIN. LAA SYARIIKALAHU WABIDZALIKA UMIRTU WA ANA AWWALUL MUSLIMIIN. ALLAHUMMA ANTAL MALIKU, LAA ILAAHA ILLA ANTA [SUBHAANAKA WA BIHAMDIKA] ANTA RABBII WA ANA ‘ABDUKA, DHALAMTU NAFSII, WA’TARAFTU BIDZAMBI, FAGHFIRLII DZAMBI JAMII’AN, INNAHU LAA YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILLA ANTA. WAHDINII LI AHSANIL AKHLAAQI LAA YAHDII LI AHSANIHAA ILLA ANTA, WASHRIF ‘ANNII SAYYI-AHAA LAA YASHRIFU ‘ANNII SAYYI-AHAA ILLA ANTA LABBAIKA WA SA’DAIKA, WAL KHAIRU KULLUHU FII YADAIKA. WASY SYARRULAISA ILAIKA. [WAL MAHDIYYU MAN HADAITA]. ANA BIKA WA ILAIKA [LAA MANJAA WALAA MALJA-A MINKA ILLA ILAIKA. TABAARAKTA WA TA'AALAITA ASTAGHFIRUKA WAATUUBU ILAIKA"
yang artinya:
"Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta seluruh langit dan bumi dengan penuh kepasrahan dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sesuatu pun yang menyekutui-Nya. Demikianlah aku diperintah dan aku termasuk orang yang pertama-tama menjadi muslim. Ya Allah, Engkaulah Penguasa, tiada Ilah selain Engkau semata-mata. [Engkau Mahasuci dan Mahaterpuji], Engkaulah Rabbku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah semua dosaku. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengampuni semua dosa. Berilah aku petunjuk kepada akhlaq yang paling baik, karena hanya Engkaulah yang dapat memberi petunjuk kepada akhlaq yang terbaik dan jauhkanlah diriku dari akhlaq buruk. Aku jawab seruan-Mu, sedang segala keburukan tidak datang dari-Mu. [Orang yang terpimpin adalah orang yang Engkau beri petunjuk]. Aku berada dalam kekuasaan-Mu dan akan kembali kepada-Mu, [tiada tempat memohon keselamatan dan perlindungan dari siksa-Mu kecuali hanya Engkau semata]. Engkau Mahamulia dan Mahatinggi, aku mohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.”
(Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah)
5. QIRAAH (BACAAN)
46. Kemudian wajib berlindung kepada Allah Ta’ala, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.47. Termasuk sunnah jika sewaktu-waktu membaca.
“A’UUDZUBILLAHI MINASY SYAITHAANIR RAJIIM MIN HAMAZIHI WA NAFKHIHI WANAFTSIHI”artinya:
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari semburannya (yang menyebabkn gila), dari kesombongannya, dan dari hembusannya (yang menyebabkan kerusakan akhlaq).”48. Dan sewaktu-waktu membaca tambahan.
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, Ibnu Majah, Daraquthni, Hakim dan dishahkan olehnya serta oleh Ibnu Hibban dan Dzahabi).
“A’UUZUBILLAHIS SAMII’IL ALIIM MINASY SYAITHAANIR RAJIIM…”artinya:
“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk…”49. Kemudian membaca basmalah (bismillah) di semua shalat secara sirr (tidak diperdengarkan).
(Hadits diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dengan sanad hasan).
MEMBACA AL-FAATIHAH
50. Kemudian membaca surat Al-Fatihah sepenuhnya termasuk bismillah, ini adalah rukun shalat dimana shalat tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang ‘Ajm (non Arab) untuk menghafalnya.
51. Bagi yang tak bisa menghafalnya boleh membaca.
“Subhaanallah, wal hamdulillah walaa ilaha illallah, walaa hauwla wala quwwata illaa billah”.
“Artinya : Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada sembahan yang haq selain Allah, serta tidak ada daya dan kekuatan melainkan karena Allah”.
52. Didalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan berhenti pada setiap ayat, dengan cara membaca. (Bismillahir-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Alhamdulillahir-rabbil ‘aalamiin) lalu berhenti, kemudian membaca. (Ar-rahmanir-rahiim) lalu berhenti, kemudian membaca. (Maaliki yauwmiddiin) lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara membaca Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya. Beliau berhenti di akhir setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya meskipun maknanya berkaitan.
53. Boleh membaca (Maaliki) dengan panjang, dan boleh pula (Maliki) dengan pendek.
BACAAN MA’MUM
54. Wajib bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr (tidak terdengar) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar bacaan imam, demikian pula ma’mum membaca Al-Fatihah bila imam berhenti sebentar untuk memberi kesempatan bagi ma’mum yang membacanya. Meskipun kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit dari sunnah.
BACAAN SESUDAH AL-FATIHAH
55. Disunnahkan sesudah membaca Al-Fatihah, membaca surat yang lain atau beberapa ayat pada dua raka’at yang pertama. Hal ini berlaku pula pada shalat jenazah.
56. Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah dipanjangkan kadang pula diringkas karena ada faktor-faktor tertentu seperti safar (bepergian), batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.
57. Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda sesuai dengan shalat yang dilaksanakan. Bacaan pada shalat subuh lebih panjang daripada bacaan shalat fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada shalat dzuhur, pada shalat ashar, lalu bacaan pada shalat isya, sedangkan bacaan pada shalat maghrib umumnya diperpendek.
58. Adapun bacaan pada shalat lail lebih panjang dari semua itu.
59. Sunnah membaca lebih panjang pada rakaat pertama dari rakaat yang kedua.
60. Memendekkan dua rakaat terakhir kira-kira setengah dari dua rakaat yang pertama.
61. Membaca Al-Fatihah pada semua rakaat.
62. Disunnahkan pula menambahkan bacaan surat Al-Fatihah dengan surat-surat lain pada dua rakaat yang terakhir.
63. Tidak boleh imam memanjangkan bacaan melebihi dari apa yang disebutkan di dalam sunnah karena yang demikian bisa-bisa memberatkan ma’mum yang tidak mampu seperti orang tua, orang sakit, wanita yang mempunyai anak kecil dan orang yang mempunyai keperluan.
MENGERASKAN DAN MENGECILKAN BACAAN
64. Bacaan dikeraskan pada shalat shubuh, jum’at, dua shalat ied, shalat istisqa, khusuf dan dua rakaat pertama dari shalat maghrib dan isya. Dan dikecilkan (tidak dikeraskan) pada shalat dzuhur, ashar, rakaat ketiga dari shalat maghrib, serta dua rakaat terakhir dari shalat isya.
65. Boleh bagi imam memperdengarkan bacaan ayat pada shalat-shalat sir (yang tidak dikeraskan).
66. Adapun witir dan shalat lail bacaannya kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.
MEMBACA AL-QUR’AN DENGAN TARTIL
67. Sunnah membaca Al-Qur’an secara tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan dan tidak pula terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf perhuruf. Sunnah pula menghiasi Al-Qur’an dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum oleh ulama ilmu tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan Ahli Bid’ah dan tidak boleh pula seperti nada-nada musik.
68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk membetulkan bacaan imam jika keliru.
6. RUKU’
69. Bila selesai membaca, maka diam sebentar menarik nafas agar bisa teratur.70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti yang telah dijelaskan terdahulu pada takbiratul ihram.
71. Dan takbir, hukumnya adalah wajib.
72. Lalu ruku’ sedapatnya agar persendian bisa menempati posisinya dan setiap anggota badan mengambil tempatnya. Adapun ruku’ adalah rukun.
CARA RUKU’
73. Meletakkan kedua tangan di atas lutut dengan sebaik-baiknya, lalu merenggangkan jari-jari seolah-olah menggenggam kedua lutut. Semua itu hukumnya wajib.
74. Mensejajarkan punggung dan meluruskannya, sehingga jika kita menaruh air di punggungnya tidak akan tumpah. Hal ini wajib.
75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula mengangkatnya tapi disejajarkan dengan punggung.
76. Merenggangkan kedua siku dari badan.
77. Mengucapkan saat ruku’.
“Subhaana rabbiiyal ‘adhiim”.
“Artinya : Segala puji bagi Allah yang Maha Agung”. tiga kali atau lebih.
MENYAMAKAN PANJANGNYA RUKUN
78. Termasuk sunnah untuk menyamakan panjangnya rukun, diusahakan antara ruku’ berdiri dan sesudah ruku’, dan duduk diantara dua sujud hampir sama.
79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud.
I’TIDAL SESUDAH RUKU’
80. Mengangkat punggung dari ruku’ dan ini adalah rukun.
81. Dan saat i’tidal mengucapkan .
“Syami’allahu-liman hamidah”.
“Artinya : Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya”. adapun hukumnya wajib.
82. Mengangkat kedua tangan saat i’tidal seperti dijelaskan terdahulu.
83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini termasuk rukun.
84. Mengucapkan saat berdiri.
“Rabbanaa wa lakal hamdu”
“Artinya : Ya tuhan kami bagi-Mu-lah segala puji”. Hukumnya adalah wajib bagi setiap orang yang shalat meskipun sebagai imam, karena ini adalah wirid saat berdiri, sedang tasmi (ucapan Sami’allahu liman hamidah) adalah wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai tegak).
85. Menyamakan panjang antara rukun ini dengan ruku’ seperti dijelaskan terdahulu.
7. SUJUD
86. Lalu mengucapkan “Allahu Akbar” dan ini wajib.87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
TURUN DENGAN KEDUA TANGAN
88. Lalu turun untuk sujud dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum kedua lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta tsabit dari perbuatan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang untuk menyerupai cara berlututnya unta yang turun dengan kedua lututnya yang terdapat di kaki depan.
89. Apabila sujud -dan ini adalah rukun- bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.
90. Merapatkan jari jemari.
91. Lalu menghadapkan ke kiblat.
92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan bahu.
93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar dengan telinga.
94. Mengangkat kedua lengan dari lantai dan tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib.
95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai, ini termasuk rukun.
96. Menempelkan kedua lutut ke lantai.
97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki.
98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini adalah wajib.
99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke qiblat.
100. Meletakkan/merapatkan kedua mata kaki.
BERLAKU TEGAK KETIKA SUJUD
101. Wajib berlaku tegak ketika sujud, yaitu tertumpu dengan seimbang pada semua anggota sujud yang terdiri dari : Dahi termasuk hidung, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki.
102. Barangsiapa sujud seperti itu berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah ketika sujud termasuk rukun juga.
103. Mengucapkan ketika sujud.
“Subhaana rabbiyal ‘alaa”
“Artinya : Maha Suci Rabbku yang Maha Tinggi” diucapkan tiga kali atau lebih.
104. Disukai untuk memperbanyak do’a saat sujud, karena saat itu do’a banyak dikabulkan.
105. Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku’ seperti diterangkan terdahulu.
106. Boleh sujud langsung di tanah, boleh pula dengan pengalas seperti kain, permadani, tikar dan sebagainya.
107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat sujud.
IFTIRASY DAN IQ’A KETIKA DUDUK ANTARA DUA SUJUD
108. Kemudian mengangkat kepala sambil takbir, dan hukumnya adalah wajib.
109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangan.
110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.
111. Melipat kaki kiri dan mendudukinya. Hukumnya wajib.
112. Menegakkan kaki kanan (sifat duduk seperti No. 111 dan 112 ini disebut Iftirasy).
113. Menghadapkan jari-jari kaki ke kiblat.
114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu duduk di atas kedua tumit.
115. Mengucapkan pada waktu duduk.
“Allahummagfirlii, warhamnii’ wajburnii’, warfa’nii’, wa ‘aafinii, warjuqnii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, syangilah aku, tutuplah kekuranganku, angkatlah derajatku, dan berilah aku afiat dan rezeki”.
116. Dapat pula mengucapkan.
“Rabbigfirlii, Rabbigfilii”.
“Artinya : Ya Allah ampunilah aku, ampunilah aku”.
117. Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud.
SUJUD KEDUA
118. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.
119. Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya dengan takbir ini.
120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk rukun juga.
121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang dilakukan pada sujud pertama.
DUDUK ISTIRAHAT
122. Setelah mengangkat kepala dari sujud kedua, dan ingin bangkit ke rakaat yang kedua wajib takbir.
123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua tangannya.
124. Duduk sebentar di atas kaki kiri seperti duduk iftirasy sebelum bangkit berdiri, sekadar selurus tulang menempati tempatnya.
RAKAAT KEDUA
125. Kemudian bangkit raka’at kedua -ini termasuk rukun- sambil menekan ke lantai dengan kedua tangan yang terkepal seperti tukang tepung mengepal kedua tangannya.
126. Melakukan pada raka’at yang kedua seperti apa yang dilakukan pada rakaat pertama.
127. Akan tetapi tidak membaca pada raka’at yang kedua ini do’a iftitah.
128. Memendekkan raka’at kedua dari raka’at yang pertama.
DUDUK TASYAHUD
129. Setelah selesai dari raka’at kedua duduk untuk tasyahud, hukumnya wajib.
130. Duduk iftirasy seperti diterangkan pada duduk diantara dua sujud.
131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat ini.
132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.
133. Membentangkan tangan kiri di atas paha dan lutut kiri.
134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada tangan, khususnya tangan yang kiri.
MENGGERAKKAN TELUNJUK DAN MEMANDANGNYA
”135. Menggenggam jari-jari tangan kanan seluruhnya, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di atas jari tengah.
136. Kadang-kadang membuat lingkaran ibu jari dengan jari tengah.
137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke qiblat.
138. Dan melihat pada telunjuk.
139. Menggerakkan telunjuk sambil berdo’a dari awal tasyahud sampai akhir.
140. Tidak boleh mengisyaratkan dengan jari tangan kiri.
141. Melakukan semua ini di semua tasyahud.
UCAPAN TASYAHUD DAN DO’A SESUDAHNYA
142. Tasyahud adalah wajib, jika lupa harus sujud sahwi.
143. Membaca tasyahud dengan sir (tidak dikeraskan).
144. Dan lafadznya :
“At-tahiyyaatu lillah washalawaatu wat-thayyibat, assalamu ‘alan – nabiyyi warrahmatullahi wabarakaatuh, assalaamu ‘alaiynaa wa’alaa ‘ibaadil-llahis-shaalihiin, asyhadu alaa ilaaha illallah, asyhadu anna muhamaddan ‘abduhu warasuuluh”.
“Artinya : Segala penghormatan bagi Allah, shalawat dan kebaikan serta keselamatan atas Nabi dan rahmat Allah serta berkat-Nya. Keselamatan atas kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan rasul-Nya”.
145. Sesudah itu bershalawat kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mengucapkan :
146. Dapat juga diringkas sebagai berikut : “Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa ali muhammad, wabaarik ‘alaa muhammadiw wa’alaa ali muhammadin kamaa shallaiyta wabaarikta ‘alaa ibraahiim wa’alaa ali ibraahiim, innaka hamiidum majiid”.
“ALLAAHUMMA SHALLI ‘ALA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BARAKTA ‘ALAA AALI IBRAHIIM, INNAKA HAMIIDUM MAJIID.”
artinya: “Ya Allah berikanlah Shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada keluarga Ibarahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”
“Artinya : Ya Allah bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana engkau bershalawat dan memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim sesungguhnya Engkau Terpuji dan Mulia”.
147. Kemudian memilih salah satu do’a yang disebutkan dalam kitab dan sunnah yang paling disenangi lalu berdo’a kepada Allah dengannya.
(tambahan-red) Dari Abu Hurairah berkata; berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apabila kamu telah selesai bertasyahhud maka hendaklah berlindung kepada Allah dari empat (4) hal, dia berkata:
“ALLAAHUMMA INNII A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WA MIN ‘ADZAABIL QABRI WA MIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WA MIN FITNATIL MASIIHID DAJJAAL.”
artinya: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari siksa jahannam, siksa kubur, fitnahnya hidup dan mati serta fitnahnya Al-Masiihid Dajjaal.”
(Hadits dikeluarkan oleh Al Imam Al-Bukhari dan Muslim dengan lafadhz Muslim)
RAKAAT KETIGA DAN KEEMPAT
148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib. Dan sunnah bertakbir dalam keadaan duduk.
149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan.
150. Kemudian bangkit ke raka’at ketiga, ini adalah rukun seperti sebelumnya.
151. Seperti itu pula yang dilakukan bila ingin bangkit ke raka’at yang ke empat.
152. Akan tetapi sebelum bangkit berdiri, duduk sebentar di atas kaki yang kiri (duduk iftirasy) sampai semua tulang menempati tempatnya.
153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke rakaat kedua.
154. Kemudian membaca pada raka’at ketiga dan keempat surat Al-Fatihah yang merupakan satu kewajiban.
155. Setelah membaca Al-Fatihah, boleh sewaktu-waktu membaca bacaan ayat atau lebih dari satu ayat.
QUNUT NAZILAH DAN TEMPATNYA
156. Disunatkan untuk qunut dan berdo’a untuk kaum muslimin karena adanya satu musibah yang menimpa mereka.
157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan :
“Rabbana lakal hamdu”.
158. Tidak ada do’a qunut yang ditetapkan, tetapi cukup berdo’a dengan do’a yang sesuai dengan musibah yang sedang terjadi.
159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
160. Mengeraskan do’a tersebut apabila sebagai imam.
161. Dan orang yang dibelakangnya mengaminkannya.
162. Apabila telah selesai membaca do’a qunut lalu bertakbir untuk sujud.
QUNUT WITIR, TEMPAT DAN LAFADZNYA
163. Adapun qunut di shalat witir disyari’atkan untuk dilakukan sewaktu-waktu.
164. Tempatnya sebelum ruku’, hal ini berbeda dengan qunut nazilah.
165. Mengucapkan do’a berikut : “Allahummah dinii fiiman hadayit, wa ‘aafiinii fiiman ‘aafayit, watawallanii fiiman tawallayit, wa baariklii fiimaa a’thayit, wa qinii syarra maaqadhayit, fainnaka taqdhii walaa yuqdhaa ‘alayika wainnahu laayadzillu maw waalayit walaa ya’izzu man ‘aadayit, tabaarakta rabbanaa wata’alayit laa manjaa minka illaa ilayika”.
“Artinya : Ya Allah tunjukilah aku pada orang yang engkau tunjuki dan berilah aku afiat pada orang yang Engkau beri afiat. Serahkanlah aku pada orang yang berwali kepada-Mu, berilah aku berkah pada apa yang Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan yang Engkau tetapkan, karena Engkau menetapkan, dan tidak ada yang menetapkan untukku. Dan sesungguhnya tidak akan hina orang yang berwali kepada-Mu, dan tidak akan mulia orang yang memusuhi-Mu, Engkau penuh berkah, Wahai Rabb kami dan kedudukan-Mu sangat tinggi, tidak ada tempat berlindung kecuali kepada-Mu”.
166. Do’a ini termasuk do’a yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diperbolehkan karena tsabit dari para shahabat radiyallahu anhum.
167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua kali seperti terdahulu.
TASYAHUD AKHIR DAN DUDUK TAWARUK
168. Kemudian duduk untuk tasyahud akhir, keduanya adalah wajib.
169. Melakukan pada tasyahud akhir apa yang dilakukan pada tasyahud awal.
170. Selain duduk di sini dengan cara tawaruk yaitu meletakkan pangkal paha kiri ke tanah dan mengeluarkan kedua kaki dari satu arah dan menjadikan kaki kiri ke bawah betis kanan.
171. Menegakkan kaki kanan.
172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan.
173. Menutup lutut kiri dengan tangan kiri yang bertumpu padanya.
KEWAJIBAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN BERLINDUNG DARI EMPAT PERKARA
174. Wajib pada tasyahud akhir bershalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana lafadz-lafadznya yang telah kami sebutkan pada tasyahud awal.
175. Kemudian berlindung kepada Allah dari empat perkara, dan mengucapkan : “Allahumma inii a’uwdzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qabri wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min tsarri fitnatil masyihid dajjal”.
“Artinya : Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahannam dan dari siksa kubur, dan dari fitnah orang yang hidup dan orang yang mati serta dari keburukan fitnah masih ad-dajjal”.
BERDO’A SEBELUM SALAM
176. Kemudian berdo’a untuk dirinya dengan do’a yang nampak baginya dari do’a-do’a tsabit dalam kitab dan sunnah, dan do’a ini sangat banyak dan baik. Apabila dia tidak menghafal satupun dari do’a-do’a tersebut maka diperbolehkan berdo’a dengan apa yang mudah baginya dan bermanfaat bagi agama dan dunianya.
SALAM DAN MACAM-MACAMNYA
177. Memberi salam ke arah kanan sampai terlihat putih pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.
178. Dan ke arah kiri sampai terlihat putih pipinya yang kiri meskipun pada shalat jenazah.
179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam kecuali pada shalat jenazah.
180. Macam-macam cara salam.
* Pertama mengucapkan
“Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuhu” ke arah kanan dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” ke arah kiri.
* Kedua : Seperti di atas tanpa (Wabarakatuh).
* Ketiga mengucapkan
“Assalamu’alaikum warahmatullahi” ke arah kanan dan “Assalamu’alaikum” ke arah kiri.
* Keempat : Memberi salam dengan satu kali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
PENUTUP
Saudaraku seagama.
Inilah yang terjangkau bagiku dalam meringkas sifat shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu usaha untuk mendekatkannya kepadamu sehingga engkau mendapatkan satu kejelasan, tergambar dalam benakmu, seakan-akan engkau melihatnya dengan kedua belah matamu. Apabila engkau melaksanakan shalatmu sebagaimana yang aku sifatkan kepadamu tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku mengharapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalatmu, karena engkau telah melaksanakan satu perbuatan yang sesuai dengan perkataan nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat”.
Setelah itu satu hal jangan engkau lupakan, agar engkau menghadirkan hatimu dan khusyu’ ketika melakukan shalat, karena itu tujuan utama berdirinya sang hamba di hadapan Allah Subahanahu wa Ta’ala, dan sesuai dengan kemampuan yang ada padamu dari apa yang aku sifatkan tentang kekhusu’an serta mengikuti cara shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga engkau mendapatkan hasil diharapkan sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan firman-Nya.
“Artinya : Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan munkar”.
Akhirnya. Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menerima shalat kita dan amal kita secara keseluruhan, dan menyimpan pahala shalat kita sampai kita bertemu dengan-Nya. “Di hari tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak kecuali yang datang dengan hati yang suci”. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Sumber :
http://salafiyunm.blogspot.com/2009/06/ringkasan-sifat-shalat-nabi-shallallahu.html
http://arisandi.com/tata-cara-shalat-foto/
Sumber :
Sebahagian besar dari kitab sifat
sholat Nabi SAW…
Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albaani Rahimahullah
serta (tambahan-red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
assalamu alaikum ... bagi anda sangat dibutuhkan komentarx buat kepentingan bersama sepanjang hayat dikandung badan... wassalam